Monday, February 27, 2012

Aku Ingin Tau

Aku ada bersamanya,

Berada tak begitu jauh darinya, di satu ruangan yang sama, berbagi oksigen. Sengaja kuputar volume televisi keras-keras, berusaha mencuri perhatiannya.

Dia tidak bergeming, menoleh ke arah televisi pun tidak, apalagi kearahku.

"Re, ada film kartun nih...", seruku.

"Re, liat deh ini lucu filmnya...", seruku lagi.

Tak ada respon darinya, dia tetap dengan apa yang sedari tadi dilakukannya berulang-ulang. Mengangkat pensil warna yang kupinjamkan padanya dari lantai, melemparnya ke udara, mengangkatnya lagi lalu melemparkannya kembali. Kuperhatikan ekspresi wajahnya, dia begitu serius, begitu tidak terganggu, sampai-sampai tidak menghiraukan kehadiranku.

Aku ingin tau, apa yang sedang dia pikirkan, apa yang sedang dia bayangkan, apa yang menurutnya menarik dari sebuah pensil warna yang diangkat ke udara lalu dilemparkan jatuh ke bawah berulang-ulang. Aku ingin tau.

Mungkin tidak sekarang. Cukup, untuk hari ini aku menyerah, tidak lagi mencoba menarik perhatiannya. Kuhampiri dia, kukecup kepalanya pelan, kubiarkan dia dengan pensil warnanya.

Besok, besoknya, besok setelah besoknya juga besok-besok seterusnya akan kucari, kutemukan dan kucoba cara lain. Untuk mendapatkan perhatiannya.

nb: autism kids,
     they do nothing wrong, they just have their own world.

Sunday, February 26, 2012

Dia Di Dunianya Sendiri

Kudekapnya erat sambil mencium kedua pipinya berkali-kali, dia tidak memberontak hanya terdiam seribu bahasa.

Kenapa dia tidak menangis keras-keras sambil memberontak mencoba melepaskan diri dariku seperti yang dilakukan Nay atau sebaliknya malah tertawa terpingkal-pingkal sambil menggeliat mencoba memelukku balik seperti yang dilakukan Kei...

Dia diam.

Tiba-tiba dia mengangkat wajahnya, melayangkan pandangannya bergantian dari satu titik ke titik yang lain sambil menggerakkan jari-jari tangan kanannya dengan cepat, seolah ada sesuatu yang sedang ditulis atau digambarnya di udara.

"Re, lagi apa kamu sayang?", tanyaku pelan di telinga kanannya.

Tidak ada jawaban keluar dari mulut mungilnya.

Entah sudah berapa lama di sore ini aku begitu terhanyut memperhatikan dia. Memperhatikan Re yang sedang begitu asyik tenggelam di dunianya sendiri, Re yang terkadang tertawa; menangis; berbicara sendiri, seperti saat ini.

"Hey, kamu ga kangen tante? tante kangeeen Re",

Aku mencoba mengajaknya berbicara sambil menatap kedua matanya, mencoba masuk ke dunianya yang begitu jauh membawanya pergi dariku, dari kami yang begitu menyayanginya.

Dia tersenyum, tapi bukan kepadaku.

nb: those kids with autism syndrome,
     there's nothing wrong with them...they're special, that's just it.
    

Hal - Hal Kecil Itu

Hey kamu,

Pernahkah kamu bertanya-tanya, apa yang bisa membuatku perlahan tapi pasti menjatuhkan hatiku untukmu?.

Sini, sini, biar kubisikan tepat di telingamu.

Karena dibanding melihatku berusaha menyembunyikan si gemetar kedinginan setiap kali kita pergi selewat jingga sore, kamu selalu lebih memilih biar kamu saja yang menggigil. Merelakan jaket jeans biru bladus ber-hoodie kesayanganmu itu kupakai.

Karena kamu tidak pernah bosan mengingatkanku. Mengingatkanku kalau menerima telepon atau membalas pesan singkat saat sedang menyetir itu, merupakan salah satu kelakuan super bodoh nan berbahaya selain berkali-kali menaiki wahana permainan bungee trampoline favoritku.

Karena dari sekian hitungan adam yang pernah kukenal lebih dekat dari hanya sekedar berteman, cuma baru dari mulutmu, kudengar kalau cantik itu bukan hanya sekedar yang terlihat oleh mata, menempel di permukaan wajah dan melekat di badan.

Sederhana kan?

Kamu pasti tidak menyangka, bagaimana bisa hatiku yang kamu bilang sedingin es dan sekeras batu ini bisa luluh karena hal-hal kecil itu.

Itu belum seberapa,

Masih banyak hal-hal kecil yang menjadi alasanku mencintaimu, kusebutkan tiga saja, sisanya biar kusimpan sendiri, menjadi rahasia kecilku.

Saturday, February 25, 2012

Jerman, seingatku

: Jumat malam, 19:15 wib di salah satu counter alat-alat olah raga.

"Beli yang manaaa ini?", gerutuku pelan.

Kubaca kembali pesan singkat dari Lulu yang isinya membuatku seketika sedikit banyak merasa kesal padanya. Bagaimana bisa dia menyuruhku, yang notabene sama sekali tidak mengerti sepakbola; futsal atau apapunlah itu namanya, untuk mencarikannya sebuah kaus tim hanya karena dia lupa, iya dia lupa! membelinya sendiri.

Kalau ini bukan untuk Bara, si lucu berusia tujuh tahun anak laki-laki semata wayangnya Lulu, sudah pasti akan kutolak mentah-mentah permintaan Lulu yang kunilai sangat tidak tau sopan santun itu.

"Yang lucu, yang lucu...isi kepala Lo itu yang lucu, udah tau Gue ga ngerti", gerutuku lagi.

Sungguh, super mudah rasanya kalau disuruh memilah mana sepatu; tas atau pernak-pernik yang lucu, hanya tinggal membuka mata lebar-lebar lalu tunjuk. Tapi, kalau harus mencari dan menjatuhkan pilihan mana kaos tim yang lucu, aku menyerah.

Kuputuskan mencari satu setel kaos tim yang setidaknya menurutku memiliki paduan warna yang enak dipandang.

Ya, ya, ya, tertawakan saja, tak apa, yang penting aku tidak pernah berpura-pura menyukai dan mengerti sepakbola hanya agar terlihat sedikit lebih menarik di mata laki-laki.

Putih, hitam, oranye! Jerman seingatku, maaf kalau aku salah.

Sekelibat satu setel kaos tim yang sedang kupegang ini membawaku kembali ke dua tahun yang lalu. Aku pernah membeli yang sama, tapi tentu saja dalam ukuran yang jauh berbeda, untuk hadiah juga sebagai penyemangat seseorang. Tetiba rasa ingin tau muncul di kepalaku, masih dipakainya kah pemberianku itu atau malah sudah ditaruh di laci terdalam lemari bajunya.

Aku tersenyum tipis.

"Pasti cocok juga buat Bara", bisikku.

Friday, February 24, 2012

Lapar Mata Di Toko Kue

Seperti lapar mata saat berada dalam sebuah toko kue.

Satu kue terpilih sudah ada di nampan, padahal belum tentu bisa kuhabiskan sendiri, tapi mata ini masih sibuk melirik dan memilih kue-kue lain, hanya karena tetiba yang lainnya terlihat begitu jauh lebih menarik. Seketika bingung datang menyerang, mana yang akan menang? si akal sehat apa si nafsu sesaat.

"Loh, memangnya satu pan blueberrycramble masih belum cukup ya?", tanya si akal sehat.

Aku terdiam, menggigiti ujung kuku telunjuk kananku. Jangan ditiru, itu kebiasaan burukku setiap kali bingung datang menyerang.

Iya sih, satu pan blueberrycrumble itu sebenarnya sudah lebih dari cukup, sudah bisa mengeyangkan perutku, bahkan sangat. Rasanya juga lengkap, ada rasa gurih dari kejunya; ada rasa manis dari keiknya dan rasa sedikit asam segar dari blueberryjellynya. Tampilannya juga, walau memang tidak seglamor tiramishu atau cheesecake, manis kok.

Hmm...

"Ga mau coba yang lain? ada fruitpie, chocomelted...tinggal pilih", tanya si nafsu sesaat.

Aku lagi-lagi terdiam, kali ini sambil memainkan ujung rambut panjangku. Ini juga kalau bisa jangan ditiru, nanti malah disangka cari perhatian, padahal ini kebiasaanku setiap kali merasa gugup.

Hmm...

Nah, lapar mata di toko kue itu sama seperti jatuh cinta, mengerti kan maksudku?.

Janji Bertemu

Kukatakan pada sahabatku kalau rasanya aku sedang jatuh cinta, diam-diam mencintai seseorang yang aku rasa sebenarnya juga diam-diam mencintaiku, lebih tepatnya.

Kedengaran sedikit banyak terlalu percaya diri ya? anggap saja aku sedang menyemangati diriku sendiri.

"Kejar, tangkap. Bisa kok", sarannya.

Sang waktu kupaksa berhenti berputar sejenak. Aku diam, berulang-ulang kuputar kembali yang baru saja dia katakan padaku. Dasar! gara-gara sarannya yang kurasa dia berikan tanpa pikir panjang itu, lamocca-coffeeblended yang sedang asyik kunikmati ini menjadi tiba-tiba hambar.

Ekspresi wajahku berubah datar, Lulu tertawa ringan sambil menikmati fruitpizza pesanannya.

"Maunya dikejar?", tanyanya lagi.

Bah, bukan itu yang sebenar-benarnya ada di kepalaku.

Apa tidak mungkin ya? kalau misalnya, tidak perlu hanya aku yang harus tergopoh-gopoh berlari sekuat tenaga mengejarnya dan tidak perlu cuma dia yang menghampiriku. Apa nggak bisa ya? kalau misalnya aku dan dia, berdua janji bertemu di tengah-tengah saja.

Sama-sama saling mengejar...

Thursday, February 23, 2012

Satu Lagi, Dia

"Belakangan ini keliatan ceria, kenapa tuh?", goda mereka.

Aku hanya bisa tersipu malu. Menunduk sambil menggaruk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal sama sekali, disertai wajah yang seketika bersemu merah setiap kali mereka menanyakan itu. Menanyakan apa yang menjadi alasanku belakangan ini menjadi lebih sering tersenyum dan tertawa lepas.

Apa aku harus punya alasan untuk tersenyum dan tertawa...

"Kamu, jatuh cinta ya?", tanya mereka.

Jadi begini toh, tanda-tandanya kalau sedang jatuh cinta...

Bapak, Ibu dan Lintang tidak pernah tidak membuatku tersenyum dan tertawa, disaat apapun. Mereka yang disebut sahabat juga selalu bisa mengukir senyuman dan memancing gelak tawa. Dan, jangan salah! menemukan high heels keren dengan harga super miring juga bisa membuatku tidak berenti mengulum senyum seharian.

Apapun, apapun sebenarnya bisa menjadi alasanku tersenyum dan tertawa, walau memang di kali ini alasannya bertambah satu lagi.

Dia, :)

Wednesday, February 22, 2012

Ada Yang Harus Dirubah

Sungguh...

Bukan hanya terasa sangat berat, rasanya kepala ini juga seperti ditusuk-tusuk seribu jarum pentul berwarna-warni yang biasa ibu pakai untuk menandai bagian tertentu di baju yang akan dijahitnya.

Mata ini,

Aku curiga mungkin keduanya memang berkonspirasi, kompak untuk sama-sama sulit kubuka lebar. Alhasil, entah sudah berapa kali jingga pagi yang kulewatkan, ssshhh bagaimana bisa memulai hari kalau begini terus.

Belum lagi badan ini,

Retak perlahan di seluruh bagian, rasanya. Kalau boleh aku ibaratkan, pegalnya seperti baru saja selesai adu panco dengan Ade Rai, dia cukup menggunakan tangan kanannya sedangkan aku yang memakai kedua tanganku plus kedua kakiku saja tetap dibantainya dalam hitungan detik saja. Berlebihan ya? tapi memang pegalnya terasa seperti itu, mungkin.

Sudah kucoba semua cara, eh! hampir semua cara maksudku.

Merendam kedua kaki di wadah berisi air garam suam-suam kuku sepulang dari kantor; minum segelas susu hangat; mendengarkan musik yang iramanya menenenangkan hati; tidak lagi menonton tayangan televisi di jam malam yang padahal terkadang seru untuk dilewatkan, hingga mengatur ponsel pintarku ke profil 'silent'.

Tidak ada yang berhasil,

Benar-benar ada yang harus dirubah, kebiasan tidak tidurku ini.

Monday, February 20, 2012

Jaga Baik - Baik

Kusentuh dia perlahan, kupandangi warnanya yang sudah tidak lagi semerah darah dan bentuknya yang sudah sedikit banyak terdapat goresan,

Apa aku akan rela melepaskannya lagi?

Terakhir kali saja, dia kembali tidak dalam bentuk seutuh dan warna sepekat saat dia kulepas pergi, dia kembali sudah dengan warna yang memudar dan dalam bentuk kepingan-kepingan kecil

Butuh waktu yang tidak sekedip mata untuk menyusun setiap satu persatu kepingannya, butuh lebih dari sekedar perekat super hebat untuk merakitnya kembali utuh, dan butuh lebih dari hanya sebuah keberanian untuk melepasnya lagi pergi.

Kutarik nafasku dalam-dalam lalu kuhembuskan keluar sedikit demi sedikit...

"Yuk, kita coba lagi", bisikku padanya.

Hey kamu yang baru saja datang, ini kutitipkan separuh hatiku, tolong jaga baik-baik sampai saatnya nanti kamu kembalikan kepadaku lagi, terimakasih sebelumnya.

nb: akan kujaga baik-baik separuh hatimu yang juga sedang kau titipkan padaku.

Sunday, February 19, 2012

Selamat Datang, Kamu

Ini kali pertamanya lagi aku tidak bisa berhenti memeriksa ponsel pintarku setiap hitungan lima detik, seperti apa yang baru saja kulakukan.

Hhhmmm...

"Lagi apa ya dia?", tanyaku.

Tetiba aku terdiam tak percaya mendengar pertanyaan yang baru saja keluar dari mulutku sendiri.

Sejak kapan namanya masuk di salah satu daftar memoriku. Sejak kapan dia menjadi salah satu alasanku tersenyum saat menatap layar ponsel pintarku. Sejak kapan dia membuatku kembali menunggu Jumat datang di setiap minggunya. Sejak kapan dia menjadi pengetuk pintu rasaku yang sudah lama tertutup. Sejak kapan dia menempati salah satu ruangan di hatiku.

Entah.

Apa ini, aku sendiri belum tau, tapi yang aku tau pasti, aku suka perasaan ini. Jangan bilang kalau ternyata tanpa sadar aku sedang jatuh cinta, jangan bilang. Izinkan saja aku menikmatinya dulu.

"Selamat datang...kamu", bisikku dengan senyuman.

Thursday, February 16, 2012

Kemana Saja?

"Hai...", sapanya dengan penuh senyum.

Kulirik jam dinding di ruang tamu rumahku, rasanya jam sepuluh sudah termasuk terlalu larut untuk bertamu, tapi aku rasa dia tidak mengerti, karena kalau dia mengerti mungkin saat ini aku sudah sedang tertidur nyenyak diatas kasurku. Kupersilahkan dia masuk.

"Sebentar saja...", bisiknya.

Apa mungkin karena pikiranku yang begitu saja melayang entah kemana, atau memang tiba-tiba saja kedua telingaku ini tidak bisa berfungsi dengan sebagaimana mestinya. Dari semua kata yang dia ucapkan, aku tidak mengerti kemana arah dan tujuan perkataannya.

Samar-samar yang bisa kudengar hanya ada kata 'salah'; 'dulu'; 'maaf'; 'sekarang' dan 'menyesal' juga 'mengantuk', ups! aku salah untuk yang terakhir, kata itu muncul dariku.

"Jadi gimana?", tanyanya tiba-tiba.

Seketika ingatanku kuputar mundur mencoba mengingat kembali ke dua tahun yang lalu, ketika dia untuk kesekian kalinya menempatkan jeda untuk alasan yang tidak pernah berubah. Aku menarik nafas panjang, menghembuskannya pelan-pelan.

Dia mencoba menggenggam jemariku, sesopan mungkin aku mencoba menolaknya.

Kutatap dia yang sedang duduk di hadapanku saat ini, dia yang sempat menjadi segalanya untukku, dia yang menghancurkan semua harapan dan mimpiku dengan telak.

"Kemana saja kamu, disaat aku masih mencintaimu?", tanyaku pelan.

~We never forget, we just somehow stop to care.
We never stop to care, we just for some reasons actually stop to love~

Aku tersenyum tipis, dia diam.

When It Comes To Money

Anybody needs no money please hands up...

Kalo saya bilang gitu, pasti ga akan ada yang bakal angkat tangan. Hhh...ya iyaaa lah, everybody needs money! no but, to live; to survive and might a lil bit to have fun. Tapi bukan itu intinya, itu sih semua orang juga akan berpikiran yang kurang lebih sama.

Anybody doesnt love money please hands up...

*my right hand's up

Eh ya ga masalah kalo saya bakal dituduh munafik, tapi bukannya butuh dan suka itu beda?. Ga perlu bawa-bawa dan buka KBBI dulu kali ya, buat liat makna kedua kata itu, anggap ini balik ke pandangan masing-masing aja. Entah untuk kalian, tapi kalo buat saya sih bedanya jauh.

When it comes to money,

Saya rasa, butuh dan suka itu jatuhnya jadi semacam 'level'. Ini pendapat pribadi saya loh ya, u too are free to have your own opinion.

Menurut saya, ketika kita sudah ada di tingkat 'suka', jatuhnya malah kaya ga akan ada puasnya, berapapun yang udah kita punya ga akan pernah cukup, selalu cari yang lebih apapun caranya, yang entah akan berlanjut terus sampe gimana dan berujung dimana. It'll be like enough is never enough.

Nah kalo kita masih ada di tingkat 'butuh', rasanya kaya punya alarm pembatas pribadi aja gitu. Nyarinya juga bakalan lebih tenang karena dijalanin dengan pikiran yang dingin, dan ujungnya akan lebih bersyukur atas apapun yang sudah dimiliki. Keep us save not getting out of line.


But then again,
its just me saying and i dont judge...


ps: Buat yang baca tulisan ini dan berpikir ini tulisan yang ambigu, iya memang.

Wednesday, February 15, 2012

Lucu, Kamu

Lucu,

Kamu selalu datang di waktu yang tepat!,

Tepat disaat aku sedang, oh! maksudku tepat ketika aku sudah tidak bersamanya lagi untuk yang kesekian kalinya.

Jangan pikir aku tidak menyadarinya, menyadari kamu yang selalu pergi dengan alasan untuk memberiku ruang bersamanya disaat dia datang dan datang untuk melukis sebuah senyuman di wajahku disaat dia lagi-lagi pergi meninggalkanku.

Seperti saat ini.

"Apa kabar Jelek?", isi pesan singkatmu beberapa menit yang lalu.

Kutatap ponselku, kubaca pesan darimu itu berulang-ulang, kalau bukan kamu, aku pasti sudah protes ada yang memanggilku dengan sebutan seperti itu.

"Kamu baik-baik aja kan Jelek?", tanyamu lagi sebelum aku sempat membalas pesanmu yang pertama.

Kuhela nafasku sambil tersenyum tipis, kumaki pelan diriku sendiri.

Hey kamu,
yang kamu bilang masih seperti dulu selalu mencintaiku diam-diam, kalau di suatu hari nanti datang satu kesempatan lagi, apa mungkin kamu akan masih mencintaiku diam-diam???.

Two Strangers

Sama,

seperti waktu yang terus berjalan; seperti roda yang terus berputar, everything is moving and things change in a blink, begitu halnya juga aku dan kamu...

Lucu bukan,

di satu masa kita pernah berada di dalam suatu dimensi waktu dan ruang yang sama, then bam! here we are now, dont even say hi each other anymore...

Here is the truth,
might its the ugly one, but guess what? haven't you heard, that the saddest thing in this world is when two people who at one time knew everything about one another, suddenly act just like two strangers.

Tuesday, February 14, 2012

Yang Seperti

Ini baru Selasa malam,

tapi tumben dia mengajakku bermain sudoku yang biasanya kami mainkan setiap malam Sabtu di ruang TV, dia sambil menikmati secangkir kopi hitam hangat kesukaannya dan aku dengan es krim vanilla favoritku.

Aku sedang mencari celah kosong untuk membabat semua keping hitam miliknya, ketika tiba-tiba dia bertanya...

"Memangnya, kamu ini mencari yang seperti apa, Dayu?",

Hmm, harusnya sudah kuduga, biar jadi ancang-ancang lagi untukku nanti, kalau dia tetiba mengajakku bermain sudoku di malam-malam lain selain malam Sabtu, pasti ada apa-apanya, seperti malam ini.

Aku meliriknya sekilas sambil tersenyum, lumayan kusikat enam keping hitam miliknya, lalu mengangkat bahuku pelan.

"Calon dokter, kamu tolak; yang bertahun-tahun mendekatimu, kamu acuhkan; pilihan orangtuamu, kamu diamkan. Menunggu siapa, kamu Dayu?",

Tanyanya lagi sambil, aaahhh! membabat sebelas kepingan putihku, dia tertawa ringan.

Harusnya dia tau, mana berani aku menatap wajahnya lalu menjawab pertanyan-pertanyaannya itu, mana punya nyali aku menatapnya lalu berkata...

Bapak,

bagaimana caranya menjelaskan kepada bapak, kalau Dayu tidak lagi mencari yang bertitel tinggi atau berdompet tebal, juga tidak sedang menunggu dia sang pangeran tampan berkuda putih...

bagaimana caranya agar bapak mengerti, kalau Dayu ingin yang seperti bapak.

Monday, February 13, 2012

Like Theirs'

Kupandangi sepasang suami-istri yang saat ini sedang duduk dihadapanku, belum terlalu tua sudah tidak bisa juga disebut muda,

Hmm...pokoknya aku rasa mereka seharusnya sudah pantas memiliki cucu.

Mereka sedang berbicara satu sama lain, entah apa yang sedang mereka bahas seraya saling menatap sambil sesekali diiringi gelak tawa dan sentuhan candaan ringan...apapun itu, mereka berhasil membuatku juga ikut diam-diam tersenyum tipis.

Bukan, aku bukan tersenyum karena ternyata apa yang sedang mereka bicarakan bisa tertangkap sebegitu jelasnya di telingaku.

Aku tersenyum karena melihat mereka.

Mereka tampak begitu bahagia. Bukan bahagia yang berlebihan, terlihat berpendar-pendar dari luar. Tapi bahagia yang begitu sederhana, terasa sangat hangat.

Ketika segalanya tidak hanya diukur dari apa yang tertangkap mata; dari berapa banyak yang tersimpan di dalam rekening atau dari titel apa yang terpasang di awal-akhir nama...ya apapun lah itu, yang semata dapat menaikkan harga diri di mata orang lain.

Sesederhana ketika salah satu sedang berbicara, yang satu mendengarkan; ketika sama-sama mau meluangkan waktu untuk duduk santai di beranda rumah, berbagi cerita sambil menikmati secangkir wedang jahe hangat; atau ketika terlihat apa adanya pun, sudah lebih dari cukup.

Aku mau yang seperti itu, aku mau rasa sayang sama seperti apa yang mereka miliki.

Begitu sederhana, apa adanya...just like theirs.

Sunday, February 12, 2012

Andai Saja Kamu Tahu, Lintang

"Mbak Dayu, kapan nikah?",

Entah untuk keberapa kalinya pertanyaan yang sama itu muncul dari mulut Lintang, adik perempuan semata wayangku...tunggu kuingat-ingat dulu, ah iya! sudah tak terhitung kali rasanya.

Untung aku punya adik yang setiap kali berbicara, ekspresi wajah sedang serius atau sedang bercandanya hampir tidak dapat dibedakan. Kalau tidak, mungkin aku akan setiap hari makan hati karenanya.

Hey! tadi kubilang, 'setiap hari' ya?.

Iya, karena Lintang menanyakan pertanyaan favoritnya itu hampir setiap hari, setiap waktu, tak kenal situasi.

Diperjalanan ketika aku menuju kantor sekaligus mengantarnya kuliah pagi; ditengah ritual luluran bersama akhir minggu kami di salon langganan; di setiap malam minggu ketika dia pamit pergi bersama pacarnya sedangkan aku diam di rumah menonton DVD; bisa juga disaat aku, dia, ibu dan bapak sedang asyik menikmati makan malam di restoran sea food kesukaan bapak.

Itulah Lintang, adik perempuan semata wayangku.

"Jangan-jangan, mbak Dayu memang ga niat nikah", seloroh Lintang di suatu hari.

Aku hanya tertawa ringan sambil mengacak rambutnya pelan menanggapinya saat itu, dia menatap mataku sekilas.

Andai saja kamu tau, Lintang...

Saturday, February 11, 2012

Kali Ini Saja

Anggap saja aku sedang perlahan melangkah maju, meninggalkan yang sudah berlalu...

Aku sudah tak mau tau, apapun tentang kamu.

Biarkan,

biarkan aku berpura-pura tuli, tidak mendengar ponsel pintarku berdering; biarkan aku berpura-pura buta, tidak bisa melihat namamu muncul di layar; biarkan aku berpura-pura tidak punya hati, tidak lagi bersikap seakan semuanya tidak pernah sekalipun ada yang salah, untuk kali ini saja.

Terserah, mau kau anggap apa...

Aku sudah tak mau peduli.

Thursday, February 09, 2012

Kali Ini Giliranku Meminta

"Sabar ya Dayu, kalau kandangnya sudah ada, baru ibu belikan untukmu",

Itu kata ibu, waktu aku masih berusia empat tahun dan sebegitu inginnya memelihara anak ayam di halaman belakang rumahku. Tak perduli aku merengek; merajuk; menangis di pagi, siang, sore, malam, ibu tetap tidak membelikannya untukku.

"Dayu, sabar dong. Pokonya kalo kamu masuk tiga besar, pasti ibu belikan",

Janji ibu. Ibu ini aneh, masa untuk sebuah kado ulang tahun harus masuk rangking tiga besar dulu di sekolah, gerutuku saat itu.

"Dayu kamu ini masih kelas 1 SMP, sabar tunggu kelas 1 SMU baru kamu boleh sekali-sekali menginap bareng-bareng temanmu",

Jawab ibu di pertama kalinya aku meminta izin darinya untuk menginap di rumah salah satu teman sekelasku, padahal rumahnya berada tepat dibelakang rumahku.

"Nanti saja Dayu, kalo kamu sudah kuliah, baru ibu belikan. Sabar...",

Tutur ibu. Aduh ibu, lalu untuk apa aku harus bikin SIM A dari sekarang, kalo si roda empatnya saja baru akan ada empat tahun lagi, celotehku saat itu dan ibu hanya tersenyum tipis sambil mengusap kepalaku pelan.

Lucu,
aku sempat berpikir ibu terlalu pelit, terlalu mengekangku...terlalu sangat menjadi seorang ibu.

Bukan, aku salah...
patah semua pemikiran itu ketika aku menyadari bahwa ibu hanya sedang mengajarkan aku untuk bersabar dengan memintaku untuk menunggu.

Bu,
sopankah aku, bila kali ini giliran aku yang meminta ibu untuk sabar menunggu?

Sabar menunggu, sampai akhirnya nanti kubawa seseorang kehadapanmu, mengenalkannya kepadamu sebagai calon pendamping hidupku.

Ada Dia Yang Kutunggu

Kalau ibu melihat apa yang sedang kulakukan saat ini, ia pasti mencubit pipi kananku.

"Dayu, kebiasaanmu nongkrong di depan pintu itu harus dirubah!", itu komentarnya setiap kali melihatku melakukan kebiasaan soreku ini.

Ah ibu, ini bukan nongkrong...ini namanya duduk santai.

Iya,
Aku suka, sukaaa sekali menghabiskan sore hari dengan sekedar duduk-duduk selonjoran kaki di depan pintu, tepat di tangga beranda yang menghadap halaman depan rumahku .

Tidak ada yang salah toh, dengan kebiasaanku itu? Aku rasa juga begitu. Siapa yang rela melewatkan pemandangan dan suara tawa riang anak-anak yang sedang bermain bola, sepeda atau petak umpet dan kemunculan jingga di sore hari, aku sih tidak.

"Bu, kalo Dayu di dalem...mana keliatan", timpalku selalu kepada ibu.

Yang ibu tau,
aku suka anak-anak; aku suka aroma toko buku; aku suka jingga di pagi-sore hari; aku suka rinai hujan; aku suka selonjoran di tangga depan rumah; aku suka teh hangat tidak terlalu manis; aku suka bulan purnama.

Tak perlu kusebutkan satu persatu, ibu tau semua yang tidak dan sangat kusuka, ibu tau semua tentangku kecuali satu, ibu tidak tau kalau ada dia yang kutunggu kehadirannya di setiap soreku. Dia yang namanya sudah dituliskan untukku di dalam kitab Lauhul Mahfudz.

"Aku hanya mempermudah dia bu, biar dia tidak perlu lagi mengetuk pintu rumah kita untuk mencariku, karena aku sudah ada disana, di beranda rumah, menantinya", bisikku.

Wednesday, February 08, 2012

Bertemu Saja

BUZZ...!!!

BUZZ...!!!

Kulirik sekilas ponsel pintarku, tidak kusentuh sama sekali, kudiamkan saja, siapapun pengirim BUZZ!!! itu aku tak perduli, aku sedang tak mau tau.

PING!!

PING!!

Kulirik lagi benda hitam yang dulu kubeli untuk satu alasan yang rasanya sudah tidak penting lagi sekarang, secepat mungkin kuambil lalu kumasukkan kedalam tas.

Cih,
terkadang aku membenci teknologi yang berkembang sebegitu cepatnya, liat saja ponsel - ponsel sekarang, alih - alih katanya mempermudah komunikasi dan apalah itu alasan - alasan lainnya, kenyataannya yang ada malah terkadang menimbulkan masalah dan memperkeruh suasana.

Jujur saja aku rindu,

Rindu berbagi basa sambil menikmati secangkir kopi tidak terlalu pahit atau secangkir teh tidak terlalu manis beserta camilan - camilan ringan, bersama - sama di beranda rumah, bisa juga di salah satu pojok restoran mungil pada sore hari menjelang malam.

Rindu melihat mimik wajah, pola laku tubuh dan mendengar gelak tawa dari setiap wajah yang hadir, benar - benar hadir bukan sekedar gambar kartun di layar ponsel.

Hmmm...bertemu saja yuk,

Tuesday, February 07, 2012

Semuanya Ada 892 Keping

Pasti semua juga pada suka nonton, uhm iya kan?

Eh ini maksud saya bukan nonton sinetron atau FTV loh ya, nonton film ini maksudnya, terlepas dari dimana nontonnya mau di bioskop; layar tancep atau DVD player atau genre film apa yang ditonton, pokonya yang penting nonton film.

Kalo jawabannya iya, berarti normal.

Pertanyaan keduanya, siapa yang suka beli DVD tapi ga pernah ditonton?

Kalo ga ngerti pertanyaannya, saya jelasin ya. Maksudnya, siapa yang suka banget nyisihin...oh mungkin lebih tepatnya buang" uang buat beli DVD (original/bajakan) banyaaaaaak banget tiap sekali mampir ke toko DVD, tapi pas sesampenya di rumah, itu film"nya ga ditonton semua, paling yang ditonton cuma satu atau dua aja.

Kalo ga ada yang nyaut, bagus...jangan kaya saya. Karena saya suka!!! beli DVD, -this habit is just like one of my guilty pleasures-, banyaaak banget tapi ga pernah ditonton semuanya.

Ini ga tau apa sayanya yang emang aneh atau gimana,

Tapi ga tau ya kenapa, kalo ada di dalem toko DVD tuh rasanya seneng nyaman aja gitu. Aroma dan aura ruangannya tuh khas, sama kaya kalo lagi ada di dalem toko buku, apalagi toko buku bekas. It smells and feels so good :p really.

Terus kalo udah milih film, otomatis aja gitu rasanya kok mata sama tangan tetiba tumbenan kompakan milih terus main comot" aja tanpa tedeng aling".

Uhm, mungkin iya...memang sayanya aja yang aneh.

Saya hitung terakhir, jumlahnya ada 892 keping DVD (some are original but mostly nope). Niat ya, diitung? ga juga, itu iseng sekalian diberesin. Ha! niat juga ya, diberesin? iya...saya pisahin per genre film. Ada kartun; asia; drama; komedi; horor; action dan serial. Ini rada mending, awalnya saya catet loh punya film apa aja, biar kalo ada yang pinjem saya bisa inget.

Geez, i am! weird...

Ini apa ya namanya, hobi apa bukan ya?. Kalo ini hobi, berarti wajar kalo saya terkadang over budget buat beli DVD, sama aja alesannya sama orang" yang mau ngeluarin modal berapapun buat hobi: "namanya juga hobi". Hehehe...maaf, saya lagi mencoba membela diri.

Kalo mau komen kayanya enak ya punya DVD bejibun, kalo lagi jenuh bingung ga tau harus ngapain, tinggal setel film aja tinggal pilih. Well guess what? that is the only main problem of having way so many. Kadang justru saya udah keburu cape dan pusing milih sampe pada akhirnya malah ga jadi nonton sama sekali. Kalo ga, malah nonton film yang udah pernah ditonton sebelumnya. Kaya film Enchanted atau 27 Dresses misalnya, ga keitung kayanya saya udah nonton film itu berapa kali.

Hhhiiii...
Entah sampe kapan saya bakalan terus gitu, beli beli beli DVD tanpa ditonton sama sekali. Hey, ini bisa dianggap investasi aja ga sih? *did i just say that?*. Naaaaah selama ini, DVD yang jumlahnya banyak itu selalu bisa naikin mood saya kok.

Well then again, i guess they're not that useless :p

nb:  selamat berbelanja DVD
       selamat menontooon
     

Mungkin Ternyata Bukan

Hey,
well i just wonder, did you ever once find yourself thinking you're in love, but then again suddenly bam! in the next no times you just found out you're actually not?.

Pernah ga sih, ngerasa ga bisa melangkah maju cuma karena ditinggal pergi seseorang yang padahal belum tentu juga worth it buat diperjuangin?.

Pernah? kalo gitu ya sama, i've been there.

Pernah juga ga, tiap kali dijalan kok ya rasanya setiap pojokan kota selalu aja ngingetin kita tentang seseorang yang padahal belum tentu juga inget sama kita?.

Pernah juga? wah kalo gitu sama lagi, i was there.

Dan,
setelah menyia-nyiakan waktu selama hampir enam bulan (+tahunan sebelumnya) untuk menjadi ratu drama karena merasa masih cin(t)a, yes i admit it! i was being sucha drama queen for the last almost six months, ngerasa jatuh sejatuh"nya; sedih sesedih"nya; nyesel senyesel"nya; marah semarah"nya...ternyata cuma butuh tiga jam dinner di malam minggu buat menyadari kalo saya mungkin ternyata bukan sedang masih jatuh cin(t)a.

Eng ing eng!
yap, itu bukan cin(t)a. Yang saya rasain itu cuma emosi sesaat dan rasa penasaran akan sekian banyak pertanyaan 'Kenapa?'.

Kalian tau?
sepanjang perjalanan pulang dari dinner itu, saya tertawa, bukan mentertawakan dia yang menemani saya dinner malam itu dan bukan juga mentertawakan masa lalu kami berdua.

Saya mentertawakan diri saya sendiri.

Menyadari kapan saya sedang tidak jatuh cin(t)a seharusnya jauh lebih mudah dibanding menyadari kapan saya sedang jatuh cin(t)a...hmm iya, saya rasa kali ini saya kecele.

we actually wont stop to care, we just stop to love...i think.

Monday, February 06, 2012

Mau Mencoba Tanpa Dia

Bah,
kusadari sejak ada dia rasanya waktu dan perhatianku kubiarkan tersita olehnya.

Kemanapun aku pergi, dia mau tak mau selalu ikut bersamaku. Dari mulai kamar, kantor, pasar, tempat laundry bahkan sampai ke kamar mandi, dia selalu ikut, konyol bukan? iya sangat konyol.

Memang bukan salahnya,
semua salahku sendiri, semua berjalan seperti itu karena memang kubiasakan begitu. Bukan dia yang merengek minta ikut, tapi aku yang memang selalu ingin membawanya bersamaku.

Iya, itu salahku.

Tidak, tidak mau lagi seperti itu, sedikit - sedikit dia, apa - apa dia. Aku mau mencoba tanpa dia. Tidak mau lagi tergantung dengannya. Tidak mau lagi terlalu sering menghabiskan waktu dengannya.

Ponsel pintarku.

Sunday, February 05, 2012

Hari Pura - Pura Lupa Diri

"What the hell...", bisikku.

Kuselendangkan tas mungil bermotif kesayanganku yang hingga saat ini belum kutau pasti itu motif zebra atau harimau putih, lalu kuambil kunci mobil diatas aquarium air laut kesayanganku.

Kulajukan mobilku, eh bukan! aku hanya pinjam, maksudku kulajukan mobil ayahku menuju suatu tempat.

"Hari ini, mau pura - pura lupa diri aja dulu", ocehku pelan.

Kutelusuri setiap pojok di setiap lantai tempat itu, semua ruangan tanpa terkecuali sudah aku masuki. Jantungku berdebar sebegitu cepatnya dan yang paling kusuka, sedari pertama tiba di tempat itu, aku tidak bisa berhenti tersenyum.

"I deserve this", yakinku kepada diriku sendiri.

Kulirik sekilas jok belakang mobil, aku tertawa kecil melihat semua tas kertas berisi hasil kurasanku terhadap isi dompetku sendiri seharian itu.

Ada high heels; pump shoes; handy bag; make up dan uhm apa lagi, aku mencoba mengingat apa lagi barang yang sadar tak sadar sudah kubeli hari itu, oh iya, ada juga pashmina; cardigan; setelan kantor dan tak lupa juga cemilan kesukaanku.

Boros?

Bukan, aku menyebutnya 'hari memanjakan diri sendiri'.

Dengan Hanya Menjadi Kamu

"Jangan tebel - tebel", serunya.

Waktu kubilang aku sedang berdandan siap" pergi ke kantor di sela" chat pagi hari kami, dia di kotanya dan aku di kotaku.

Aku tersenyum membacanya, kubayangkan bila saat itu dia sedang ada di hadapanku, dia mungkin akan berbicara sambil mengerutkan dahinya sambil menggaruk pelan keningnya.

Dia suka aku berdandan, asal hanya disaat" tertentu saja dan terlebih lagi bila sedang bersamanya.

"Lipstik, bedak, maskara aja...ga usah pake yang lain-lain lagi, memangnya kamu mau ngelenong", celotehnya.

Entah mengapa, aku selalu menuruti apa katanya. Dan ya! bisa ditebak, isi make up kit'ku hanya sebatas bedak, lipstik dan maskara plus kertas minyak saja, tidak ada blush on; eyeliner; eyeshadow apalagi eyebrow pencil.

"Memangnya kamu ga pengen, aku kaya yang lain...dandan?", tanyaku sesekali.

Dia hanya tertawa kecil, mencium keningku pelan lalu mendekapku erat.

"Bukan apa yang terlihat mata, dengan hanya menjadi kamu sudah lebih dari cukup", bisiknya lembut di telingaku.

Saturday, February 04, 2012

Ternyata Tidak Sesulit Itu

Kukira akan menyesal memenuhi janjiku untuk bertemu dia hari ini, aku rasa aku akan jauh lebih menyesal kalau tidak.

Dia tidak berubah, oh maksudku belum berubah, masih sama seperti dia yang dulu terakhir kutemui lima bulan yang lalu. Satu-satu'nya yang berbeda hanya statusnya, bukan lagi belahan jiwaku bagian hidupku separuh nafasku...hey! berlebihan sekali rasanya, tapi iya itu benar.

Kubayangkan,

Bertemu dengannya akan membuat lututku seketika bergetar, jantungku tetiba berdetak lebih cepat, pandangan mataku berkunang-kunang dan senyumku...kukira senyumku tidak akan sanggup kutahan. Tapi ternyata tidak, semua berjalan seperti biasanya.

Aku masih bisa berdiri tegak, jantungku berdetak normal, penglihatanku setajam biasanya, dan senyumku? senyumku mengembang disaat yang memang dibutuhkan...ternyata tidak sesulit itu bertemu lagi dengannya.

Entah,

Mungkin rasa itu sudah tidak lagi ada, perlahan menghilang karena sudah terbiasa akan ketidakhadirannya, entahlah aku pun belum tahu pasti.

ps: thx for the dinner tonight, it was fun.
     take care out there...xxx

Ah Sayang

"Aku pulang...", katanya

Kubaca berulang" pesan singkat darinya yang baru saja kuterima, jujur saja aku tak tau harus memilih kata tepat apa untuk membalasnya, kuputuskan untuk mendiamkannya saja.

"Ah, ga dibales juga ga apa kayanya...", itu pikirku.

Sekilas ingatanku kembali ke beberapa hari yang lalu, apa kau ingat?. Iya, ketika aku dengan tegas mengatakan ketidaksukaanku atas sikapmu kepadaku yang tidak pernah berubah sedari dulu. Sedari dulu kita bersama hingga saat ini ketika kamu telah bersamanya.

"Stop being heartless and selfish on me, aku juga punya hati!!!",

Itu kata" terakhirku untukmu yang walaupun dipenuhi dengan deretan tanda seru di akhir kalimat, aku menulisnya sambil duduk santai memandangi rinai hujan ditemani secangkir teh hangat tidak terlalu manis favoritku.

Ah sayang,
tidak pernah tidak mengulum senyum, aku ketika mengingatmu. Kamu yang tidak pernah mengerti, apa entah bersikap seakan tidak mengerti.

"Maaf...", balasmu.

Seharusnya kuhitung berapa kata maaf yang sudah kamu tujukan kepadaku selama ini.

Andai saja kata maaf dapat menghilangkan memori yang tidak lagi dibutuhkan, dapat mengulang paling tidak setengah waktu yang sudah terbuang sia", dapat menyembuhkan luka tanpa harus meninggalkan bekas...semua lidah akan sampai kelu terus mengucap.

Benar tidak?.

"Ya...", balasan yang akhirnya kuberikan untukmu menjawab kabar kepulanganmu.

Thursday, February 02, 2012

Si Coklat Tua

Kupandangi dia si coklat tua, tak bisa kuingat kapan terakhir kalinya kusentuh dia...sembilan, iya kurang lebih sembilan hitungan tahun lamanya dia teronggok begitu saja di salah satu pojok kamarku. Terlapisi debu dan sedikit terlupakan.

Sama seperti, hati.

Kuangkat dia, kumaki pelan diriku sendiri bagaimana bisa melupakan dan membiarkan debu melapisinya begitu lama.

Dengan kain, harus yang lembut dilakukan dengan perlahan juga hati - hati agar lapisan atas luar kayu si coklat tua tidak tergores.

Lembut, perlahan, hati - hati...sama seperti hati.

Kutaruh dia di pangkuanku,

Aku ingat,
nada dasar pertamaku kumainkan berulang - ulang, tak mengenal siang dan malam hingga jari - jari tanganku sedikit mengapal, irama pertamaku dengannya nan sumbang namun seiring waktu perlahan - lahan semakin terdengar merdu.

Kupetik senarnya,
dia tidak berubah masih sama seperti dulu di sembilan tahun yang lalu, masih bisa melawan sepi.

Hey,
aku kembali, maaf karena sempat melupakanmu...gitar tua coklat'ku.

Namanya Hati

Namanya Hati,

Aku sudah mengenal dia seumur hidupku, akan tepat dua puluh tujuh tahun lamanya di tujuh belas Juli nanti.

Dua puluh tujuh tahun, dan hanya aku satu"nya saksi perjalanan cerita hidupnya.

Aku ada disana,
saat dia meneriakan tangis pertamanya, mengucapkan kata pertamanya, menapaki langkah pertamanya di bumi, menunjukkan dua gigi susu pertamanya...

Aku disana,
di pertama kali dia bisa membedakan rasa asin; manis; pedas dan pahit, di pertama kali dia sudah mulai bisa memilih bajunya sendiri, di pertama kali dia sudah tidak menangis tidur sendiri...

Aku disana bersamanya,
di hari pertamanya masuk sekolah, di kali pertama menstruasinya, di jatuh hati pertamanya, di promnight pertamanya, di perdana wawancara kerjanya, di patah hati pertamanya...

Iya,
aku ada disana, menemaninya...
dia tidak banyak berubah, tetap hati yang dulu, yang selalu lebih memikirkan orang lain tinimbang dirinya sendiri; yang sering kali menyembunyikan perih dibalik tawa riangnya, yang suka sekali minum teh hangat tidak terlalu manis disaat rinai hujan datang,

Dear Hati,
tau kah kamu kalo aku begitu mengagumimu?
mengagumi ketulusanmu, kesabaranmu, kepedulianmu, kemandirianmu, kekuatanmu...tak pernahkah kamu sadari kalau dibalik kesederhanaanmu tersembunyi kelebihanmu.

stay there where u are Hati, everybody has a faith on u...so why dont u have a faith on urself? :)

Wednesday, February 01, 2012

Bite Me Then I Will Bite You Back

Kadang kangeeen deh masa" dulu,
waktu kecil maksudnya, disaat cuma rebutan mainan yang bisa jadi penyebab utama salah paham...paling banter diem"an itungan menit ujung"nya juga main bareng" lagi, ga seribet sekarang.

Ga semuanya sih,
tapi ini kok ya, sekarang itu rasanya kebanyakan orang pada ga punya hati. Kayanya tenggang rasa yang ada di pelajaran PPKN dulu tuh, teori fiktif belaka aja gitu.

Eh ini, saya lagi ngeluh ya? kayanya sih, iya.

Hhhhhh...
saya sendiri juga ga sempurna, masih jauuuuuh rasanya bahkan dari predikat 'baik', tapi at least saya tau gimana caranya menggunakan hati, saya tau rasa sakit itu rasanya seperti apa, maka sebisa mungkin kalo bisa ya ga nyakitin orang, kalopun mau ga mau ujung"nya nyakitin, paling tidak rasa sakitnya bisa diminimalisir *teori apa ini?*.

Ini lagi ngebahas apa sih?

The point is,
there is nothing wrong by being nice and humble but sometimes there will be this moment when u should bite back those who bite u. why? because some of those people u be kind at do not even worth ur kindness.