Friday, June 22, 2012

romantis(dot)com

Romantis...

Manis...

Tahun ini umurku menginjak angka dua puluh tujuh, ya ya ya terserah lah kalau mau dibilang sudah tidak muda lagi. Aku tak perduli. Atau setidaknya anggap saja jika aku sedang berpura-pura untuk tidak perduli. Ish! toh aku bukan mau membahas itu. Saat ini. Mungkin.

Dua puluh tujuh,

Itu artinya, sudah dua puluh tujuh tahun lamanya aku tidak pernah melihat bapak berbuat sesuatu yang romantis untuk ibu. Iya, sungguh.

Tidak ada pergi nonton di bioskop diakhiri dengan makan malam berdua di sebuah restoran. Tidak ada rangkaian bunga mawar merah dilengkapi coklat berbentuk hati di tanggal-tanggal tertentu. Tidak ada kotak dibungkus kertas kado berpita berisi benda-benda impian di waktu-waktu khusus. Tidak ada panggilan mesra 'sayang' atau 'manis' terucap di setiap saat.

Tidak ada...

Eh tapi! bukan berarti bapak tidak perduli. Tidak juga berarti bapak tidak sayang ibu. Bapak hanya menunjukannya dengan cara yang berbeda. Dengan cara romantis nan manis versinya sendiri.

Selalu mau menemani ibu jalan pagi di setiap Sabtu juga Minggu. Tidak pernah tidak berbicara dengan suara nyaring. Selalu membawa sekantung bakwan pedas kesukaan ibu setiap kali pulang bersepeda sore. Tidak pernah menolak mengantar ibu berbelanja ke pasar. Sambil menonton tv, menunggu ibu pulang dari kegiatan pengajian di luar kota. Dan hal-hal kecil namun berarti lainnya.


Aku rasa...

Mungkin itu penyebabnya. Mungkin karena selama ini melihat sikap bapak terhadap ibu, aku jadi tidak pernah menganggap panggilan 'sayang', rangkulan di pinggang atau setangkai mawar putih di pintu rumah sebagai keromantisan.

Silahkan. Aku tidak keberatan dianggap aneh. Aku toh pada dasarnya juga suka dimanja dan diperhatikan, layaknya perempuan-perempuan lain. Tapi mungkin hanya caranya saja yang berbeda.

Itu aku, kalau kalian?.

Wednesday, June 20, 2012

For The First Time In My Life, JB's Song Sounds Right

Kutatap bayangan yang terpantul di cermin.

Wajahku. Sisa-sisa dari menangis dan terjaga semalaman masih terlihat jelas. Aku rasa irisan mentimun atau siraman air dingin pun tidak akan ampuh menghilangkan bengkak dan lingkaran hitam di sekitar kedua mataku.

Bah!

Bengkak dan lingkaran hitam di sekitar mata tidak seberapa. Tapi ini!. Kusentuh dadaku. Jantungku berdetak sebegitu kencangnya. Sesak, aku hampir tidak bisa bernafas. Perutku, seperti ada ribuan kupu-kupu mengepakkan sayap-sayapnya di waktu yang sama. Kepalaku, tanpa aku minta pun seolah-olah begitu saja memutar kembali potongan-potongan kenangan masa lalu. Dan hati ini. Bila ada kata lebih dari sekedar 'sakit' dan 'perih', pasti sudah kupakai untuk menggambarkan bagaimana rasanya.


Kulirik jam yang tergantung di dinding kamarku. Angka lima.


Masih ada waktu...

Untuk tetiba saja muncul dihadapannya. Dengan tanpa banyak kata, menarik tangannya dan membawanya pergi. Tanpa perduli begitu saja meninggalkan sosok ayu berkebaya putih, yang pasti sudah sangat tidak sabar menanti saat ini tiba sejak jauh-jauh hari. Sebuah pikiran gila seketika muncul. Bagaimana bila kubiarkan saja dulu upacara nan sakral itu berlangsung, lalu aku tanpa tau diri datang memecah kekhidmatan dan mengobrak-abrik semuanya. Merusak mimpi sang wanita, mencoreng muka keluarga kedua mempelai dan sudah pasti menjatuhkan harga diriku sendiri.

Kuhela panjang nafasku,

'Mimpi sang mempelai wanita', ujarku tadi. Demi tuhan, itu juga mimpiku. Lebih tepatnya, pernah jadi impianku. Saat aku masih bersamanya.

Kamu. Seharusnya aku, yang saat ini berkebaya putih bersanding anggun tepat disampingmu. Seharusnya namaku, yang kau sebut dengan penuh keyakinan dan kemantapan diantara lafal ijab qabulmu.

this is so wrong
I cant go on
Till you believe 
that should be me

Entah kenapa, baru di kali ini saja lagu itu tetiba tidak lagi terdengar hambar di telinga. Kutarik lalu kuhembuskan nafasku dengan cepat, kusunggingkan senyuman tipis di wajah. Kuambil kunci mobil dari atas meja rias. Tekadku sudah bulat.

Mau kemana?

Entahlah, lihat saja nanti. :)


Deeply inspired by Nova L, but just like you said: "no matter what...somehow it'll happen"

Thursday, June 14, 2012

Mas Munajat

Hancur sudah!?!

Iya, imajinasiku tentang sosoknya.

Jangan sepenuhnya percaya dengan apa yang dia tunjukkan. Foto-foto yang dia pajang, entah di layar profil ponsel pintar atau di media sosial. Tutur kata yang dia gunakan, baik di dalam pesan singkat maupun di lini masa dunia maya.

Oh tidak,

Aku tidak bilang kalau dia tukang bohong. Aku juga tidak sedang berusaha menjatuhkan citranya, terlebih dari entah citra apapun itu yang mungkin dia pasang dan pertahankan selama ini.

Aku hanya terkejut,

Dia yang sekelibat kukenal selalu terlihat kuat, juga bertutur laku serta kata tanpa tedeng aling-aling itu, ternyata tidak seperti yang selama ini kubayangkan. Jauh sekali berbeda. Seperti langit dan bumi, seperti api dan air. Begitu bertolak belakang. Aku selalu merasa kalau memang dibalik tawa binal dan ucap bebalnya itu, ada rapuh yang tersembunyi.

Dan ini dia, di kali ini, bercerita.

Bukan lagi tentang keindahan kota-kota yang sedang dia kunjungi, yang sering kali berhasil membuatku iri. Bukan lagi tentang keisengan busuknya terhadap teman-teman karibnya, yang tidak pernah tidak membuatku mengangkat kedua alisku. Tapi tentang cinta.

Tentang...

Hatinya yang patah.

Membuatku teringat pada satu karakter. Di sebuah film televisi berlatar belakang budaya Jawa. Nama tokohnya, Mas Munajat. Perlahan, diam-diam tanpa dia tau, senyumku muncul bersamaan dengan cerita sendunya yang sedang dia ceritakan padaku. Iya dia mirip sekali dengan Mas Munajat. Dari luarnya saja terlihat tangguh, tapi dalamnya siapa yang tau.


Inspired by N. Djojo, yep! "everyone has their own another hidden side", just like u

Tuesday, June 12, 2012

A Simple Yet Precious Gift

Ada yang pernah bilang,

"whatever uve done to someone else, bad or good, it will come back to you twice even more"

Sebuah balasan.

Balasan yang buruk pasti disebut 'karma', tapi naaah! saya ga akan nyebut itu 'karma', walau terkadang pengen juga ikut-ikutan latah bilang "Karma itu ada dan nyata, jendral!". Nah, kalo balasan yang baik dan menyenangkan, apa namanya. Entahlah, tapi yang pasti, balasan baik atau buruk, keduanya sama-sama lebih dari sekedar bukti yang hakiki kalau Tuhan sungguh Sang maha adil.

Speaking of this kinda-nice-feed back,

Saya rasa, saya lagi dapat balasan.Though i know that everything is flawless at the beginning, but yep! i can tell you all that this feed back, is a gift. A simple yet precious one indeed. Datang di waktu yang tepat.

Dia.

:')

Wednesday, June 06, 2012

"Jangan Nakal"

"Jangan nakal",

Sekuat apapun kutahan, tawaku tetap saja keluar sesaat setelah membaca isi pesan singkat yang dia kirim untukku.

Oh bukan!

Aku bukan mentertawakan si pengirim pesan, juga sama sekali tidak ada yang salah dengan isi pesannya. Aku mentertawakan diriku sendiri. Membayangkan kemungkinan-kemungkinan kenakalan yang akan aku lakukan. Kalau aku, nakal.

Hmm...

Apa aku akan seperti biasanya, berlarian kesana kemari, didalam maupun diluar rumah dengan hanya menggunakan kaus singlet dan celana pendek; Apa aku akan menghabiskan siang dengan memanjat pohon jambu air dekat pagar, memperhatikan siapapun juga apapun yang berlalu lalang di depan rumahku; Apa aku akan menghilang dari rumah, mengambil sebongkah batu dari sisi jalan, lalu menggambar atau menulis diatas pasir lapangan voli tak jauh dari gerbang utama komplek tempat tinggalku, seperti yang sering aku lakukan di dua puluh dua tahun yang lalu.

Atau mungkin...

Berpura-pura sakit perut di hari Selasa atau Kamis, menghindari jadwal pertemuan dengan tutor fisikaku. Mengunci diri di kamar seharian dengan satu-dua teman, diam-diam makan satu bungkus coklat rich bar rasa jeruk dan satu cup agar-agar rasa mangga di bulan puasa. Mengacuhkan larangan ibu untuk tidak bermain layangan di atas atap saat matahari sedang terik-teriknya, bersama sepupu-sepupuku yang lain. Itu aku lakukan di dua belas tahun yang lalu.

Bisa juga...

Titip absen di salah satu teman sekelas di kampus hanya karena terlalu malas menempuh jarak Bandung-Jatinangor yang padahal tidak sebegitu jauhnya, hanya untuk satu jam mata kuliah saja. Pulang jauh melebihi jam malam yang ditentukan bapak, demi sekali-sekalinya mencoba bagaimana rasanya menikmati live music di sebuah klub malam. Lima tahun yang lalu.

Naaah, tidak ada yang istimewa toh.

Aku mengerti. Bukan kenakalan-kenakalan level anak bawang itu yang dia maksud dibalik isi pesan singkatnya padaku. Tapi kenakalan-kenakalan lain yang mungkin saja dimulai dari mata atau kata-kata, yang akhirnya bisa saja dapat melibatkan hati.

:)

Friday, June 01, 2012

*La Mochachocolata

Gitchi gitchi yaya dada...
Gitchi gitchi yaya here...
Mocha chocolata yaya...creole lady marmalade

Hanya itu sepenggal lirik lagu Lady Marmalade yang bisa tertangkap telinga ini. Selebihnya samar-samar saja, bahkan hampir tidak terdengar sama sekali. Kulihat sekelilingku. Sebagian besar pengunjung cafe ini datang berpasang-pasangan. Oh! kecuali seorang perempuan berambut ikal, berpakaian hitam yang duduk tidak jauh dariku. Aku rasa dia juga sama sepertiku. Sedang menunggu seseorang.

Kuberitahu satu rahasia. Kalau ini bukan tempat favorit dia yang sedang kutunggu, jangan pernah berharap bisa menemukanku disini.

Bukan,

Bukan karena aku mengkhawatirkan harga diriku sebagai gitaris sebuah band beraliran alternative rock akan jatuh, apabila tertangkap basah kamera media sedang mengunjungi kinda-way-too-sweet-for-a-guy cafe ini. Bukan juga karena kemungkinan gosip yang akan menyeruak hebat di media, jika aku tanpa sengaja terlihat sedang menikmati makan malam romantis di Sabtu malam dengan seseorang. Kekasih misalnya. Kekasihku.

Naaah...

Karena cafe ini tidak menyediakan soto betawi atau soto bandung kesukaanku. Disini hanya ada kue, kue dan kue, entahlah apa nama-namanya. Aku rasa mengingat jenis-jenis gitar sangat jauh lebih mudah. Satu-satunya yang kuhafal diluar kepalaku hanya mochachocolatacake. Kue favoritnya.

Kulirik jam tangan,

Baru setengah tujuh. Masih harus menunggu sekitar satu jam lagi. Semoga dia juga datang lebih cepat, biar setidaknya akan ada waktu lebih dari sekedar tiga jam, sebelum akhirnya aku harus kembali lagi ke ibu kota. Kembali menjalani rutinitas karir bermusikku.

Sambil menunggunya datang, mari kuceritakan sedikit tentang dia.

Pernah dengar kalau katanya dibelakang seorang laki-laki sukses itu ada seorang perempuan hebat?. Itu lah dia. Dia yang selalu ada disana, di jatuh bangunnya cerita hidupku. Dia yang tidak sekedar hanya bisa menjadi kekasih, tapi juga sahabat. Dia si satu-satunya yang tidak pernah ambil pusing akan kebiasaan burukku buang angin sembarangan. Dan masih banyak lagi. Aku yakin kalau kusebutkan semuanya disini, kalian akan menatap iri padaku. Iya. Dia sehebat itu. She is this kinda girl that make u wanna change into a better version of yourself.

Apa menurut kalian itu terdengar klise atau cengeng?. Kalau iya, itu artinya kalian belum menemukan apa yang sudah kutemukan. Oh atau mungkin, kalian hanya belum menyadarinya saja.

Iya. Aku rasa begitu.

Kulirik sebuah kotak kecil berwarna biru tua yang kutaruh di meja. Aku harap dia suka isinya. Sengaja kupilihkan yang memang sesuai dengan kepribadiannya. Sederhana.

Beep..

Beep..

Tanda ada sebuah pesan singkat masuk di ponselku. Pasti dari dia.  Mengeluhkan kemacetan lalu lintas kota Bandung yang menurutnya sudah tidak jauh beda dengan Jakarta. Memintaku untuk bersabar menunggunya yang pasti akan tiba sedikit lebih terlambat dari waktu yang dia janjikan.

...

"Prima, kamu dimana nak? ini tante. Anggi kecelakaan, tabrakan beruntun di jalan tol..."


*Title and inspiration from R. Primawidya. "Thanks for convincing me to put a different ending".