Wednesday, August 29, 2012

Dirty Little Secret

"Come on ask me...",

Desaknya padaku. Seperti biasanya sambil mencubit-cubit kecil lenganku.

"Ask me about my dirty little secret...",

Paksanya terus. Aku tidak bisa lagi menahan tawaku. Dia memang konyol.

"Tell me chica, why do i even have to know about your dirty little secret?. I mean, what kind a weird person are u insisting others asking about it. It's suppose to be a secret, jeez. No! i'm so not gonna ask u that, and i dont want you to ask about mine too though".

Dia tertawa,

Lalu menarik nafas dalam-dalam, menatapku lekat-lekat.

"Pernah denger ga? katanya, 'waktu' memegang peranan penting dalam hidup. Seperti apa yang selalu orang-orang bilang itu loh. Katanya cuma 'waktu' yang bisa nyembuhin luka. Katanya cuma 'waktu' yang bisa menumbuhkan cinta. Katanya cuma 'waktu' yang bisa nunjukkin mana yang bener dan mana yang salah. Menurut Lo gimana?."

Itu katanya, dengan panjang lebar. Aku cuma diam.

Oke! aku rasa, semua ini ada hubungannya dengan rencana pernikahan yang dia ceritakan padaku lewat percakapan kami melalui pesan singkat, di tiga bulan yang lalu. Rencana pernikahan dia dan kekasihnya yang hanya tinggal menghitung hari saja.

"Jatuh cinta itu proses", bisiknya tiba-tiba.

"Gue harap sih, proses loe nanti jauh lebih cepet dari gue", lanjutnya lagi.

Hmm...aku mengerti. Sungguh. Tanpa perlu lagi menanyakan apa 'rahasia kotor'nya, aku sudah tau apa jawabannya.

Deeply inspired by N. Lia, "everything needs time...falling in especially"

Tuesday, August 28, 2012

L.D.R

LDR,

What is this f! LDR?. Well they said it literally stands for Long Distance Relationship. Not for me. To me it's more like stands for the Longest Drama Relationship ever. No offence, but hell yea I think it's.

Siapa yang tidak membenci jarak?.

Tidak ada yang tidak membenci jarak. Saya rasa. Iya. Termasuk saya. Bagaimana dengan kalian?. Kamu?. Mereka?. Dia?. Mungkin satu-satunya jarak yang memang selazimnya ada, dan mau tidak mau harus diterima keberadaannya, adalah *jarak antar kata dalam sebuah pesan singkat, paragraf atau online chat. Untuk yang satu itu, saya yakin semuanya setuju dengan pendapat saya. Mungkin.

When it comes to love relationship, distance sucks!.

Itu menurut sebagian besar dari mereka yang terpaksa harus menjalaninya. Menurut saya? tidak. Sejauh apapun jarak, seharusnya itu bukan masalah. Setidaknya itu menurut saya.

Bukan!,

Bukan karena sudah terbiasa sendirian, yep! like no problems to me doing whatever i want, going wherever i want by myself. Bukan karena saya telah memberi kepercayaan sepenuhnya kepada siapapun itu pasangan saya, for honestly i never put my trust fully on others. Bukan karena saya memegang teguh kepercayaan yang diberikan kepada saya, dang it! i am a normal person, we all do mistakes sometimes. Bukan karena teknologi sudah melesat berkembang sedemikian cepatnya, screw technology! yet i love online chat though. Bukan juga karena tidak mau ambil pusing, phiufh!.

Liat saja,

Setelah jarak menjadi yang selalu disalahkan, mau menyalahkan apa lagi?. Intensitas pertemuan atau intensitas komunikasi?.

Hmm...

Havent you all people heard about this 'quality time' thing?. Its never about how long it takes to meet nor to talk. Its about how to spend the times itself. How to use times that left wisely. Then again, each of has each own life to live and relationship should tie nobody.

Ya...seharusnya sih begitu.

Entah lah. Jarak yang ada saja sudah membuat lelah, lalu kenapa bebannya harus ditambah lagi dengan drama-drama yang sebenarnya tidak penting dan tidak harus ada.

Itu saja alasannya.

ps: i have had enough drama, well actually we all.

Monday, August 27, 2012

Friends With Benefits

I've never imagined it,

Sial! untuk kali ini aku yang berada di posisi itu. Sebuah posisi yang selama ini kuberi nama 'the damned seat'. Selama ini aku selalu diam-diam mencaci mereka yang entah kenapa lebih memilih untuk berada di posisi itu, sementara sebenarnya ada banyak pilihan lain yang bisa dipilih. Tapi lihat aku sekarang. Aku sendiri saat ini berada di posisi tersebut. Damn! i suddenly change become one of those i hate the most.

Apa?

A cheater. Iya untuk pertama kalinya di hidupku. Ironis bukan?. Sangat. Eh tapi tunggu dulu. Biarkan aku paling tidak, sedikit membela diriku sendiri.

Liat saja mereka,

Kalau dibandingkan dengan mereka, apa yang sedang kulakukan ini bukan apa-apa. Belum apa-apa, tepatnya. Aku masih berada di level terbawah sebuah piramida perselingkuhan. Itu teoriku. Aku tak perduli dengan teori mereka, teorimu, juga teori kalian. Setidaknya, dalam kasusku ini, tidak ada hati yang terlibat. Hatiku, atau hatinya.

Iya, tidak ada hati yang terlibat. Mungkin.

Bayangkan. Hanya di saat-saat tertentu saja. Cam kan ini baik-baik ya, HANYA DI SAAT-SAAT TERTENTU SAJA, aku dan dia saling berbagi sebuah pembicaraan panjang lebar, dengan topik yang tidak berujung dengan disertai gelak tawa. Sesekali genggaman di tangan, juga beberapa rangkulan di pundak dan sekilas satu dua kecupan di bibir. Menyenangkan? tidak juga. Toh aku dan dia jauh lebih sering tidak berkomunikasi sama sekali.

Selebihnya?.

Aku sibuk dengan urusanku, dan dia sibuk dengan urusannya sendiri. Entah urusan apa, atau juga urusan dengan siapa. Akan selalu ada aturan tidak tertulis yang sama-sama kami mengerti dan kami pegang teguh, bagaimana seharusnya 'permainan' ini berjalan

So nope! I still insist. I am not cheating, at least at this moment I am so sure that I am not. We are just friends with benefits. That is all, nothing less nothing more.

Iya, aku dan dia. Kami cuma teman.

Accidentaly inspired by H.P., "nothing less...nothing more"

Tuesday, August 14, 2012

The Girl Who Wants To Save The World

Dia,

"Dang it! sometimes i wish i could just make some copies of myself".

Aku,

"Umpfh! that's weird, did you just been hit on the head or something?"

Hening...

Lalu. Dia tersenyum, tepat ke arahku. Seperti biasanya. Manis dan penuh makna tersembunyi. Ah aku benci setiap kali dia lakukan itu. Bukan, bukan, sebenarnya bukan benci. Tapi penasaran. Terkadang aku rasa, cara berpikir dia berbeda jauh dari orang lain. Iya, iya, aku tau, memang setiap orang pasti memiliki pola pikir yang berbeda-beda akan satu hal. Tapi, setidaknya akan selalu ada tiga atau sembilan orang yang memiliki pemikiran yang sama.

Dia tidak. Dia beda.

Tetiba,

"It will be fun i guess, being able to be everywhere...you know, to be in different places at one time"

Dia menutup kedua matanya sebentar, lalu kembali menatapku. Ya, aku rasa kali ini dia tidak sedang bergurau, seperti apa yang biasanya dia lakukan. Ada sesuatu yang ternyata diam-diam sedang mengganggu ruang hatinya.

"I dont wanna leave them, i just wanna stay with them forever...what will they be without me".

Kali ini aku yang tersenyum,

Aku rasa aku mengerti. Apa yang sedikit banyak sedang mengganggunya. Membuat ruang hatinya gundah, menyembunyikan gelak tawanya. Sederhana sebenarnya. Tapi entahlah, terkadang dia hanya tidak mau menyadari bahwa tangannya terlalu mungil kalau harus digunakan untuk merengkuh semua yang ingin dia lindungi. Dia ingin pergi menggapai kebahagiannya sendiri, tapi tidak ingin meninggalkan mereka yang dia sayangi.

Yep, she's just this girl who wants to save the world.

Monday, August 13, 2012

I Wanted It So Bad Till I Dont Want It Anymore

Ceritanya gini,

Beberapa waktu lalu pernah liat ada perempuan pake wedge jelly shoes warna salem. Lucuuu banget. Maksud saya, sepatunya loh ya yang lucu. Saking lucunya itu sepatu, terus aja kepikiran, kayanya bakal pas kalo dipake sama skinny jeans bladus plus atasan chic blouse warna salem. Oke, untuk kali ini insting kewanitaan saya bekerja dengan sebagaimana mestinya. Intinya, yep indeed i fall for it and want it so f! badly.

Sehari...dua hari,

Seminggu...dua minggu,

Sebulan...dua bulan,

Sambil sedikit demi sedikit menyisihkan uang jajan, ya siapa tau harga sepatunya ga murah, dengan kekeuh-jumekeuhnya saya nyari ke beberapa toko sepatu langganan. Tapi ga ada. Ga nemu. Sepatu itu sama sekali ga ada dimana-mana.

"Oh! mungkin dia beli di luar negeri", pikir saya.

Then bam!, ini saya di bulan ketiga dan si sepatu itu sudah tidak lagi menarik hati untuk dimiliki. Eh tiba-tiba, ketemu. Iya, sepatunya ketemu. Tidak sengaja ketemu, lebih tepatnya. Sama persis, model dan warna dengan harga yang ternyata tidak sebegitu tingginya.

"Crap! there you go, when i want u no more", bisik saya sambil mencobanya.

Rasanya gimana ya. Hambar. Iya bener, mungkin 'hambar' adalah kata yang tepat. Kebayang ga sih, gimana saya di tiga bulan belakang sebelum pada akhirnya menemukan sepatu itu. Rasa ingin memiliki begitu super kuatnya mendominasi saya. Semakin tinggi dari hari ke hari, hingga pada akhirnya rasa ingin memiliki itu hilang begitu saja.

Bukan...

Bukan karena saya ga sabar. Bukan karena saya mudah menyerah. Bukan juga karena saya tipe yang nerimo wiss sakkarepnya saja. Tapi mungkin karena untuk saya, titik puncak tertinggi dari rasa ingin memiliki adalah melepaskan. Its simply just like, there will be this time when you ever wanted something so bad yet unexpectable things just happened in the middle till finally you just found yourself wanting it no more.

Dan buat saya, ini sama halnya dengan, the big 'M'. Entah untuk kalian, atau kamu.

Monday, August 06, 2012

*Words #7





being loved is enough,
but!?!
being loved and to love in return, is perfect.


*yep...somehow, enough is never enough.

Thursday, August 02, 2012

A Mother Daughter's Chat

Satu, dua, ternyata ada tiga ember abu besar berisi baju-baju yang baru saja Lintang angkat dari tali jemuran. Itu artinya, seperti biasa. Aku mendapat giliran untuk membalik-balikannya satu persatu, lalu ibu mendapat bagian untuk memisahkan mana bajuku dan Lintang, mana baju miliknya juga bapak.

Memang. Itu kebiasaan aku, ibu dan Lintang di setiap Sabtu. Mencuci, menjemur, mengangkat jemuran di lantai paling atas rumah kami, membalik baju, memilah yang diakhiri dengan menyetrika di ruang TV.

Seharian? iya.

Membosankan? sama sekali tidak.

Karena selalu ada topik-topik pembicaran yang kami bagi. Tentang model baju terbaru atau tentang menu masakan, bisa juga tentang rencana liburan ke Jogja dan Bali yang sampai saat ini belum sempat terealisasikan. Apapun itu. Tapi untuk di kali ini, topiknya sedikit berbeda. Sedikit lebih berat dibanding biasanya. Entah siapa yang memulai.

Pernikahan,

Ibu bilang, tidak perlu lama-lama pacaran. Yang penting sama-sama siap, berniat baik dan memiliki satu tujuan, menikah saja langsung. Tidak perlu ada tunangan, tidak perlu ada pesta pora, di sah kan saja cepat-cepat di hadapan penghulu mengucap ijab qabul.

Lintang bilang, dia akan menikah tiga tahun lagi. Siapapun calon mempelai laki-lakinya, yang penting imannya kuat, bertanggung jawab dan dewasa. Lintang bilang, yang namanya menikah itu harus sudah siap fisik, psikis dan materi. Si perempuan harus sudah siap, si laki-laki harus berlipat kali lebih siap.

Aku bilang, ... ... ...

Tidak ada. Aku hanya bisa tersenyum. Bukan karena tidak punya pendapat atau pandangan tentang sebuah pernikahan. Aku cuma, entahlah.

Bu,

Apa menikah itu sebuah keharusan?.