Thursday, May 31, 2012

*Mochachocolata

Gitchi gitchi yaya dada...
Gitchi gitchi yaya here...
Mocha chocolata yaya, creole Lady Marmalade

Hanya itu sepenggal lirik Lady Marmalade yang bisa kudengar jelas. Selebihnya tidak sama sekali. Suasana cafe ini terlalu hingar bingar untuk dijadikan sebagai tempat makan romantis bersama seseorang. Kekasih misalnya. Aku salah memilih tempat, tapi tak apalah. Aku rasa.

Kulirik jam tangan.

Baru setengah tujuh. Masih harus menunggunya tiba, sekitar satu jam lamanya lagi. Aku sengaja datang jauh lebih awal. Ingin menyambutnya datang dengan satu senyuman termanis dan sebuah pelukan terhangat.

Dua,

Empat,

Enam bulan yang lalu terakhir kali aku bertemu dengannya. Kesibukannya meniti karir di jalur musik, benar-benar telah menyita waktu dan hidupnya. Membawanya pergi jauh dari orang-orang terdekatnya. Dari keluarganya, para sahabat karibnya, juga dari kekasihnya. Aku.

Kutatap lagi penampilanku malam ini di cermin, yang entah untuk keberapa kalinya. Aku rasa, jika si cermin di kamar mandi cafe ini bisa bicara, dia pasti sudah meneriakkan kata bosan setiap kali aku mendatanginya sekedar untuk merapikan rambut dan black lace dressku.

Tiga puluh menit lagi,

Sekelibat ingatanku kembali ke tiga tahun yang lalu. Minggu sore di pertengahan Juli. Di salah satu toko alat-alat musik terkemuka di pusat kota Bandung. Pertama kali bertemu dengannya, si gitaris pecinta fender telecaster yang bercita-cita membesarkan nama bandnya di belantika musik dunia. Si penulis yang harus selalu ditemani secangkir kopi hitam panas, juga sebungkus rokok mild setiap kali mencari inspirasi lirik lagu. Si pencuri yang tanpa dia sadari telah mencuri hatiku di pertemuan pertama kami.

Seperti apa dia sekarang,

Jangan-jangan, rambut hitam legamnya sudah berubah pirang atau bahkan merah menyala. Jangan-jangan, tato sepasang sayap hitam berukuran sedang sudah tertanam permanen di lapisan kulit punggungnya. Jangan-jangan dia, bah! tanpa sadar kugeleng-gelengkan kepalaku sambil menutup mata, mencoba mengusir jauh bayangan buruk yang kuciptakan sendiri.

Tiba-tiba saja,

"Kamu masih suka mochachocolatacake cafe ini kan, aku traktir ya..."

Suara itu,

Suara dia yang sedari tadi kunanti, tetiba saja sudah berdiri dihadapanku. Iya. Aku rasa, malam ini bukan dia yang mendapatkan senyuman termanis dan pelukan terhangat. Tapi aku.


*Title and Inspiration from R. Primawidya, 'Thx bro!!!" lol 

Friday, May 25, 2012

40-42-40-41-40

40...
42...
40...
41...
40 lagi,

Sepertinya ada yang salah dengan timbangan berat badan ini. Iya!!! pasti ada yang salah.

Apa timbangannya perlu saya tepuk-tepuk, seperti kebiasaan konyol saya menepuk remote TV setiap kali tidak bisa digunakan. Padahal sudah jelas bukan remotenya yang rusak, memang baterainya saja yang sudah harus diganti.

Eh, tunggu!!!

Jadi ini maksudnya, bukan timbangannya yang rusak, melainkan saya saja yang.....kalau mereka bilang sih 'cacingan'. Tapi khusus untuk saya, sebuah pengecualian besar. Mereka bilang ukuran cacing-cacing yang ada di perut saya itu sebesar naga.

Oh ayolah, istilah apa itu.

Kalo memang cacing-cacing itu ukurannya sebesar naga, iya sebesar naga yang ada di film-film. Apa jadinya nasib saya?. Tapi setelah saya pikir-pikir, tak apa lah. Mungkin memang iya. Okay, so I guess I am officially 'nagaan'. 

Pertanyaannya cuma satu,

"Kemana perginya semua makanan yang saya makan selama ini?".

Steak yang tidak pernah tidak saya pesan porsi dobel dengan ekstra kentang goreng. Atau es krim yang selalu saya makan tak kenal waktu, bisa di pagi hari bahkan di tengah malam. Porsi nasi saat makan malam yang selalu saya tambah ditengah-tengah nikmatnya mengunyah masakan ibu. Belum lagi cemilan-cemilan yang saya masukkan ke dalam perut diantara waktu sarapan menuju makan siang, di jam-jam antara makan siang menuju makan malam, dan setelah makan malam.

Hmm...

Beneran masih belum boleh menyalahkan timbangan ya, atas angka sekitaran 40-42-40-41-40 yang selalu muncul itu?.

Bener deh, saya rasa...itu timbangannya saja yang rusak.

Wednesday, May 23, 2012

Dear You

Yang tetiba saja muncul di balik pintu,

Bukan, bukan kamu yang aneh. Tapi aku, aku yang baru di kali ini saja bertemu seseorang yang entah menemukan nyali dimana, berani mengetuk pintu rumahku.

Yang tanpa kau sadari di hari itu telah melukis senyum di wajah bapak dan ibuku,

Tidak, tidak ada yang salah denganmu. Tapi aku, aku yang entah kapan terakhir kalinya mengizinkan seorang adam menginjakkan kedua kakinya di ruang tamu rumah, juga membiarkannya bertatap muka dengan bapak dan ibu.

Ah, itu baru hanya dua hal. Masih ada lagi sebenarnya, tapi tidak akan kutuliskan disini atau di layar ponsel. Thats why i told u that im not an sms kinda person, kenapa? karena berbicara denganmu langsung ditemani kopi hangat atau es teh manis itu jauh lebih menyenangkan.

Kau tau?

Ah kau tak mungkin tau. Begitu banyak hal yang berubah belakangan ini. Berlebihan? terserah, boleh saja kalau mau kau anggap begitu. Toh memang begitu adanya yang terjadi.

Lebih baik?

Iya. Menjadi jauh lebih baik.

...

Begini,

Kepingan hati ini sudah tidak lagi utuh, karena sempat terhempas berulang kali di masa lalu. Aku rasa hanya tersisa satu persembilannya saja. Mungkin bagimu itu bukan ukuran yang bisa kau anggap luas. Tapi asal kau tau saja, itu ukuran hati terluas yang kumiliki.

Maka ini pertanyaanku,

Bila ternyata aku jatuh hati. Padamu. Akankah kau ada disana?. Menangkap kepingan hatiku, yang kujatuhkan untukmu.

Tuesday, May 22, 2012

I'll Pick The Title Later

Hmm...been a while,

Setelah sibuk berkutat dengan jerawat yang muncul gara-gara make-up dan berobat ke tempat yang salah, setelah sempat tetiba entah kenapa jadi sering menghabiskan waktu untuk kirim mengirim pesan singkat antar ponsel, dan juga setelah sedikit demi sedikit semakin sangat menikmati rasanya menggebuk drum elektrik. Here i am, writing again.

Yep! Things happened. Some were nice yet mostly was crazy. But i thank God for all of those.

Dari sekian banyak yang datang dan pergi, juga yang sengaja dan tidak sengaja terjadi. Dari sebagian besar yang mungkin berlalu begitu saja tanpa meninggalkan makna, selalu ada satu atau dua yang menghilang menyisakan kesan mendalam.

Yang masih tinggal?

Yang masih berjalan?

Entahlah. Kalau harus diumpamakan. Walaupun ada begitu banyak warna, satu-satunya warna yang bisa tertangkap mata saat ini hanya abu-abu.

Sedikit sulit membedakan mana yang masih tinggal, mana yang sedang mengambil ancang-ancang untuk pergi dan mana yang memang sudah pergi. Mereka semua seperti sedang berdiri diambang pintu, dengan satu kaki berada didalam dan satunya lagi berada diluar.

I am the one left with a question: "Should I or shouldnt I close the door?".

Berjalan. Saya berjalan. Tapi jangan dulu tanyakan sudah sampai mana atau sejauh apa saya berjalan. Saya rasa, dalam satu hal tertentu saya masih saja sedang berjalan di tempat. Tidak kemana-mana, entah belum namun yang pasti akan.

Selebihnya?

Keluarga, sahabat. Semuanya sudah cukup sempurna, untuk ukuran saya. Wouldnt ask for more.

Terimakasih, Tuhan.

Saturday, May 05, 2012

Jangan Yang Satu Ini

*every boy has girl-friends as every girl has boy-friends

Yang ada di tempat kerja, yang sempat menuntut ilmu di kampus yang sama, yang tak sengaja kukenal atau dikenalkan, dan yang memang pernah untuk beberapa waktu singgah di hati. Mereka aku tak peduli kau cemburui, boleh dan wajar, bahkan harus.

Tapi jangan yang satu ini,

Dia sudah ada disisiku sejak awal, di jauh-jauh hari sebelum kamu dan mereka ada. Dia yang datang bukan hanya sekedar singgah namun tinggal. Dia yang tak pernah pergi bahkan ketika aku merasa duniaku sesaat berhenti berputar. Dia yang berbagi tidak hanya tangis dan amarah, namun juga tawa denganku. Dia yang selalu mengerti bagaimana menempatkan posisinya disampingku.

Kau suka atau tidak, dia tetap bagian hidupku...

Jangan memintaku memilih. Kamu tau pasti. Untukku, kamu juga dia dan mereka tidak bisa disandingkan untuk kemudian harus kupilih salah satunya.

Dengar,

Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, tidak ada yang harus kau risaukan. Aku memang tidak pintar, tapi setidaknya aku sungguh sangat mengerti bagaimana membatasi dan membedakan tutur hati; tutur kata dan tutur lakuku kepadamu, kepada dia, juga kepada mereka.

Maka sekali lagi kukatakan padamu...

Kau boleh menaruh curiga kepada setiap nama yang mungkin akan kau dengar, entah dari mulutku atau mulut orang lain. Kau boleh mempertanyakan setiap wajah yang sekiranya tidak sengaja kau lihat dari media sosial yang terkadang kupikir memang dirancang untuk merusak yang tidak rusak, selembar foto yang menurutku sering kali menyiratkan ribuan makna ambigu, atau bahkan dari sebuah pertemuan langsung yang bisa saja terjadi di waktu dan situasi yang tidak tepat.

Tapi jangan dia...

Aku ini tidak pandai berbohong. Maka percayalah padaku, itu saja. Bisa kan?.


Thursday, May 03, 2012

*Words #3

So......will you wait for me? :)

Aku Dan Baju - Baju Itu

Kutatap satu persatu...

Beberapa pasang baju yang sengaja kugantung tidak di dalam lemari.

Pamer? bukan pamer, toh selain bunda; Lintang; bapak atau beberapa sahabat dekat, mana mungkin ada yang kuijinkan masuk ke kamarku. Aku hanya terlampau begitu menyukai baju-baju itu. Memang bukan aku yang menjahitnya. Tapi paling tidak, tidak ada satupun yang bukan hasil rancanganku sendiri. Mulai dari biru, krem, hitam, coklat sampai ungu, hijau, abu dan pink. Semua warna kecuali kuning, dengan model yang berbeda-beda kutata rapi berdampingan satu dengan lainnya.

Baju-baju itu ada disana bukan tanpa alasan...

Aku memang mempersiapkan semuanya untuk setiap acara pernikahan yang aku hadiri. Pernikahan orang-orang terdekatku. Beberapa sudah kupakai, sisanya sebentar lagi akan. Setiap baju sudah ada tanggal kapan waktu pemakaiannya. Tidak percaya? percayalah.

"Kalau mau ngundang, kasih tau dari jauh-jauh hari...biar bisa jait baju dulu", ocehku selalu.

Ada yang bilang kalau kebiasaanku ini termasuk buang-buang uang tingkat menengah setelah gadgets, sebelum sepatu. Padahal tidak. Selama aku masih tau dimana pusat penjualan kain berkualitas dengan harga yang super miring, dan memiliki langganan penjahit yang mengerti apa kemauanku dengan biaya menjahit yang tidak tinggi, aku aman.

Kenapa harus?

Anggap saja karena bagaimanapun juga aku ini perempuan. Uhm, lebih tepatnya salah satu dari sekian banyak perempuan yang sering kali sibuk mempersiapkan baju spesial untuk dipakai di hari yang spesial saat bertemu orang yang spesial.

Karena mereka yang mengundangku, adalah orang-orang yang berarti di hidupku.

Wednesday, May 02, 2012

Saat Harus Bertemu

Di akhir pekan, entah Sabtu atau Minggu. Bisa saja di siang hari menjelang sore, walau lebih mungkin di saat sore menuju malam.Yang pasti akan di Kota Kembang, tidak akan pernah di Ibu Kota.

Dimana...

Bisa di lantai tiga dalam toko buku di pusat kota. Seingatku, toko buku itu tidak pernah tidak kita kunjungi sebelum atau sesudah menonton film terbaru di bioskop pertokoan cukup mewah, yang berada tepat di sebrang jalannya.

Atau di lantai empat dalam sebuah pertokoan pusat penjualan barang-barang elektronik. Kamu selalu punya alasan untuk mengajakku kesana walau hanya untuk sekedar mampir melihat-lihat produk teranyar, yang tanpa kau tau kebiasaan singgah itu terbawa olehku sampai saat ini.

Hmm,

Kalau memang saat itu terjadi. Saat dimana aku dan kamu harus bertemu. Entah karena ketidaksengajaan, sebuah kebetulan belaka. Atau karena adanya campur tangan Tuhan dan takdir yang dituliskannya. Menurutmu, apa yang mungkin akan aku lakukan?.

Apa aku akan dengan penuh senyum atau tawa suka cita memanggil namamu, melambaikan tanganku, lalu menghampiri dan menjabat tanganmu...

Apa aku akan hanya sekedar menahan nafasku sejenak, menangkap sosokmu dari kejauhan, lalu melangkah pergi ke arah lain dan sebisa mungkin menghindarimu jauh-jauh...

Apa mungkin, saat itu kita akan sama-sama tak sengaja saling bertemu pandang, namun memutuskan untuk bersikap seolah-olah tidak pernah saling mengenal...

Entah,