Tuesday, January 31, 2012

Butuh Lebih Dari Selamanya

Tak terhitung kata yang baru saja keluar dari mulut - mulut mereka yang masuk ke telinga kananku, itu semua hanya tentangmu, tentangmu yang tak pernah kutau.

Hhhh...
dari sekian purnama yang sudah kita lewati bersama hingga pada akhirnya tidak lagi, aku kira aku tau kamu, aku kira aku kenal kamu, ternyata tidak.

Kuputar kembali ingatanku,
ah sayang, walaupun ada satu dua yang mengingatkanku kepadamu, kenapa apa yang mereka katakan tentangmu jauh sekali berbanding terbalik dengan yang bisa kuingat...

Siapa kamu saat sedang bersamaku?

Siapa kamu saat sedang bersama mereka?

Siapa kamu saat sedang bersama dia?

Entahlah,
butuh lebih dari sekedar sembilan hitungan tahun untuk mengenalmu, ah tidak! tidak! aku rasa akan butuh lebih dari selamanya untuk bisa benar - benar mengenalmu.

ps: untuknya, bukan untukku...giliranku sudah, sekarang gilirannya.

Monday, January 30, 2012

Sungguh Mati Tak Mengerti

Kutatap lagi layar ponsel pintarku, perlahan - lahan kubaca ulang semua yang tertera, kucoba sekali lagi mencoba mencerna apa yang tertulis disitu, yang kau kirimkan untukku, mau tak mau kuhela nafasku...

Kutilik lagi,
kuanggukkan kepalaku, meyakinkan diriku bahwa memang bahasa yang kamu gunakan, sama dengan bahasa yang kupakai.

Seharusnya, tidak sesulit ini untuk menangkap yang sedari tadi belum berhasil tertangkap akal sehatku.

Aaaah sayang,
sungguh mati aku tak mengerti...

Sunday, January 29, 2012

Menjatuhkan Hati

Kulemparkan pandanganku ke sekeliling,

Tersenyum tipis sekilas iri melihat mereka yang sedang berjalan sesekali saling menatap penuh cinta tersenyum sambil bergandengan tangan,

Bahagiakah mereka?
sepertinya iya, mana mungkin tidak bahagia memiliki dia si tempat saling berbagi kebahagiaan; kesedihan dan kebodohan,

Aaah,
seharusnya tidak sesulit ini untuk menjatuhkan hati, seharusnya aku juga sedang seperti mereka, seharusnya aku juga tidak sedang sendiri saat ini, seharusnya...

Ayolah hati,
sampai kapan aku masih harus menunggumu menetapkan pilihan, aku juga ingin bahagia seperti mereka, seperti dia yang juga sudah...bahagia...aku rasa.

Secangkir Teh Hangat Tidak Terlalu Manis

Sore kali ini kupilih cangkir putih dengan motif bunga lavender disekelilingnya,

Hmm, pas! seperti biasanya,
duduk santai akhir minggu sore hari di balkon atas, ditemani secangkir teh hangat tidak terlalu manis favoritku menunggu jingga yang akhir - akhir ini menghilang entah kemana berganti rinai.

Kulirik kursi kayu yang berada tepat di sebelah kursi kayu tempatku duduk saat ini, kosong, tidak ada siapapun disitu, hanya aku seperti sore - sore biasanya di hampir enam bulan ini. Aku tersenyum, kuhirup dalam aroma teh di cangkir putihku, hhhmmm...

Secangkir teh hangat tidak terlalu manis,
selalu bisa mengembalikanku ke masa kini, selalu bisa dengan sabar menenangkan hati.

Setinggi Dinding Yang Tertinggi


"once u get hurt, at the next day u'll find urself building a wall...a huge one surrounded by the strongest army to protect u, just to make sure that there will be nothing close enough to hurt u anymore in the first place."


Bukan karena tidak merelakan yang sudah berlalu, bukan karena tidak menerima yang telah terjadi, tapi hanya berjaga - jaga agar tidak lagi terjadi yang sama...katanya.

Iya,
itu saya bagaimana dengan kamu?.
entah sadar atau tanpa sadar, saya ngebangun dinding an invisible one setinggi dinding yang tertinggi buat ngelindungin saya, uhm bukan..bukan..mungkin kata yang tepat itu bukan ngelindungin tapi ngebatasin saya dengan dunia luar.

Maksud saya,
i do meeting people; hanging out; having some fun; doing silly stuffs...but thats it, itu saja tidak lebih. when it comes to relationship, im bam!?! suddenly being numb. Ga ada yang salah dengan orang - orang itu, masalahnya ada di saya.

Masa lalu,
hhhmmm ga perlu membahas masa lalu walau saya di hari ini memang sedikitnya...uhm sebagian besarnya terbentuk karena apa yang sudah berlalu. Here im, hearing and seeing many yet trust nothing.

Apapun,
tetiba rasanya suliiit sekali percaya both on people ive just met and new things ive just heard or seen. Rasanya nyali saya, tepatnya saya rasa saya ga lagi punya nyali yang cukup besar buat mempercayai apapun. Bukan meyakini loh ya, 'yakin' dan 'percaya' itu kan beda, i do have what i put my faith on.

Its just,
sama seperti kata 'Maaf' yang menurut saya kekuatan makna dan magic'nya bakal berkurang bisa juga menghilang kalau terlalu sering diucapkan. Begitu juga dengan rasa percaya, jangankan berkali - kali, sekali saja patah karena dipatahkan, bakalan susah bahkan mungkin tidak bisa lagi ada.

Bener ga sih? entahlah, itu menurut saya.

Saturday, January 28, 2012

Kututup Semua Yang Terbuka

Na..na..na..na..na..na..na..naaa
kututup mata dan telinga juga hatiku, apapun katamu aku tak mau tau.
kamu boleh merangkai huruf - huruf terpilih menjadi kata - kata manis membentuk kalimat - kalimat nan indah, aku tak perduli.

Kamu bilang ku jangan pergi tetaplah ada di hati,
kutatap sekeliling ruangan hatimu yang kau sisakan untukku, sempit..gelap..tak terawat kubandingkan dengan miliknya yang begitu luas..terang..nyaman tak terbantahkan.

Tidak,
tidak lagi mau seperti dulu, berada di ruang hatimu menanti yang tak pasti bertepi, merasa sepi sendiri.

Kau bilang sisakan tempat untukmu dihatiku,
jangankan untukmu, katakan padaku sekarang bagaimana bisa ada yang tersisa, jika disaat yang sama kamu pergi saat itu juga kamu luluh lantakan hatiku.

Tidak,
tidak mau lagi seperti dulu, menunggu semua yang tak tentu, menunduk terselimut rasa ragu.

Pergi, pergi saja...
berhenti katakan kamu tidak akan bahagia bersamanya, karena senyummu terlihat jelas dimataku, tawamu terdengar jelas ditelingaku.

Demi Tuhan aku tak mau tau, kamu boleh bahagia bersamanya, tapi tidak dihadapanku.

Friday, January 27, 2012

Ruang Senyum

Aku lupa kapan terakhir kalinya tersenyum. Coba kuingat hmm...bukan hari yang lalu, bukan juga bulan yang lalu, apalagi tahun yang lalu. Aku bahkan sempat lupa, bentuk senyumku sendiri seperti apa.

Aaaaaah, berlebihan rasanya.
Tapi memang benar, aku sempat kehilangan alasan tersenyum untuk beberapa waktu yang tidak sekejap.

Tidak lagi,
Karena senyumku sudah kembali, sudah kudapat lagi alasanku untuk tersenyum, sudah kutemukan lagi semua yang dapat membuatku tersenyum.

Bukan,
bukan karena ada yang sudah kembali...bukan juga karena akan ada yang datang.

Lalu apa?
Pssssssstttt...itu rahasiaku,
kalian dan kamu cukup tahu saja, kalau aku sudah bisa tersenyum lagi
:)

Thursday, January 26, 2012

Beauty and Beast

Udah nonton Beastly?

Ga bakal ngebahas film'nya juga sih, so u better watch it yourself, ya ceritanya ga jauh" dari cowok cakep; tajir; terkenal yang dikutuk jadi ga cakep; ga tajir; ga terkenal :p dan akhirnya balik lagi keasal karena there's this girl unconditionaly loves him when he's invisible...lho akhir"nya malah ngebahas ini film juga.

Anyway,

Nonton film ini jadi sedikit mikir. Padahal awalnya niat nonton cuma buat hiburan, tapi tetep aja ujung"nya jadi kepikiran. Ngomong", saya udah nonton film ini enam kali loh. Nah baru di yang ke enam ini, tepat sebelum nulis blog ini, saya baru ngeh.

Ada ya?

Maksud saya, apa mungkin kejadian di kehidupan nyata ya yang kaya gitu. Bukannya sekarang segala sesuatu yang katanya pake hati, tetep aja awalnya dilihat dari apa yang terlihat mata dulu. Kayanya udah hukumnya aja gitu, yang cakep ya harus sama yang cantik; yang gaul harus sama yang gaul, uhm apa ini yang disebut kesetaraan level?

Ga semuanya kok...

Iya emang ga semuanya, cuma sebagian besar aja hmm. Taruhan deh, kalo kejadian di kehidupan nyata, ga mungkin banget akhir ceritanya bakalan sama. Pasti ada yang kabur duluan. Siapa? ya tebak aja, is it gonna be the beast or the beauty that run away.

Tapi ga mau menghakimi juga,

Manusia dan harga diri emang ga bisa dipisahin.
Terkadang ada sebagian manusia yang berharga diri ga ketolongan tingginya, dan pada akhirnya ini semua cuma tentang kebanggaan.

Coba,

Siapa juga yang ga pengen terlihat bersebelahan sama yang terlihat lebih...paling tidak, ya dimata orang lain.

Inget ga, kata" ini:
-dont judge the book by its cover-

Naaah, numpang lewat aja kayanya. Masuk kuping kanan langsung keluar lagi lewat kuping kiri. Tulisan ini ga nyindir siapa" kok, kalo kesindir sih itu berarti yang bermasalahnya ya anda sendiri. Dont blame me.

Wednesday, January 25, 2012

Limbung

Aku bisa membedakan mana warna hitam dan mana putih, bagaimana rasa manis dan pahit, seperti apa dingin dan panas, juga tawa dan tangis.

Tapi tidak untuk yang satu ini...

Beri aku mudah dan sulit, jauh juga dekat, benar serta salah, bahkan dusta, dengan mudah akan kubedakan. Beri aku apapun, asal yang tidak perlu menggunakan hati, aku pasti bisa mengerti.

Kuhitung, sepuluh hitungan tahun sudah kita saling berbagi.

Aku tak perduli dengan tawa, tangis, susah, senang, mudah dan sulit nan tak terhitung banyaknya yang kita bagi selama ini selain oksigen, jingga dan rinai. Satu - satunya yang berharga untukku adalah kebodohan dan kekonyolan yang sudah berhasil dan aku harap akan selalu kita lewati bersama.

Tutup telingamu, jangan dengarkan bisikan - bisikan yang tak berdasar, mereka hanya melihat yang terlihat tapi tidak merasa yang terasa.

Balikkan badanmu, jangan hiraukan opini - opini yang tak berujung, mereka tidak sedang berdiri dimana kita sedang berdiri saat ini.

Mereka sibuk berkicau hanya karena aku ini perempuan, kamu itu laki - laki dan kita berdua kebetulan berada disaat yang sama - sama sedang sendiri.

Bagaimana menurutmu?,

Jangan, jangan bawa - bawa hati, sudah cukup dia mengurus masalahnya sendiri. Kamu sangat tahu, aku tidak pintar dalam masalah hati dan setahuku pun kamu begitu. Maka, bila selama tanpa hati kita akan baik - baik saja, biarkan saja tetap begitu.

Demi kita.

Ketika Harga Diri Mengalahkan Segalanya

Seperti yang sudah - sudah, kuketukkan jari jemariku dengan tanpa irama diatas meja, kulirik sekilas benda hitam dihadapanku yang katanya pintar itu,

"Hhhh...pintar, iya pintar menjauhkan yang dekat dan semakin menjauhkan yang sudah jauh", sewotku.

Detik ke tiga, tujuh, sembilan...

Kuambil benda hitam itu, kutelaah satu persatu nama mencari namamu yang terkadang aku sendiri lupa sudah menggantinya sesuai dengan suasana hatiku ketika mengingatmu...

"Ini dia", bisikku.

Nama terakhirmu belum sempat kuganti, 'Perahu Kertas'. Ah kau tak perlu tahu apa alasanku menggunakan nama itu, cukup aku. Tapi aku rasa kamu cukup pintar, tak perlu kujelaskan apa yang akan terjadi dengan perahu yang terbuat dari kertas bila terlalu lama berada diatas air.

Kupilih P, K, A, B, R, kususun menjadi sebuah kata tanya dengan '?' di akhir, hening seketika lalu kuhapus dengan cepat kutaruh si hitam pintar kembali diatas meja.

Kuangkat daguku tinggi.

Detik ke dua, enam, sepuluh...

Kugigit sekilas bibirku pelan, kuambil lagi si kotak hitam, kali ini menemukan namamu jauh lebih mudah dari sebelumnya, kuhela nafasku sebentar.

Kuketik H, E, Y, kali ini dengan '!' di akhir, kemudian hening seketika dan lagi - lagi kuurungkan niatku, kusimpan telepon pintarku dan untuk kali ini didalam tasku.

Kuangkat kepalaku tinggi - tinggi.

Tuesday, January 24, 2012

Kan, Apa Kubilang

Perjanjiannya, jangan gunakan hati.

Saat itu sebelum kamu berkata iya menyetujui aturan mainnya, terlebih dahulu sudah kuperingatkan apapun yang terjadi jangan sampai jatuh hati padaku. Dengan cepat kamu mengangguk mantap dan aku hanya tersenyum tipis.

Apa yang terjadi?,

Satu, tiga, lima hitungan bulan berlalu tiba - tiba saja kamu berdiri dihadapanku meminta aturan permainannya dirubah dan mempertanyakan kita...

Kuhela nafasku, kukerutkan dahiku, kutatap kedua matamu, kutarik seutas senyum tipis di bibirku.

Hhhhh...bukankah sudah kukatakan kepadamu, apapun yang terjadi jangan sampai jatuh hati padaku. Kamu hanya mengangkat bahumu tanpa mengucap kata.

Lalu sekarang,
kalau sudah begini, kamu mau bagaimana?.

Aku tak mau tahu. Bukan aku yang menyalahi aturan permainan, dari awal kamu sudah kuingatkan.

Dering Pertama

Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, dengan ragu kuangkat pegangan telepon lalu kutekan angka satu, dua, empat, lima dan enam sesuai dengan urutan yang kutuju.

Dering, dering, dering, dering...

"Halo...", sapanya pelan.

Suara itu, terdengar jauh berbeda dari yang terakhir kalinya kudengar, iya di lima bulan yang lalu. Seketika rasanya ada sesuatu yang menahan suaraku keluar untuk membalas sapanya.

"Halo...", sapanya lagi.

Kucoba tenangkan degupan jantungku berharap paling tidak untuk kali ini saja berdamai dengan jemariku yang tidak berhenti bergemetar tetadi.

"Mama...", bisikku pelan.

Tanpa sadar air mataku menetes saat kudengar dia menyebut namaku. Sempat kukira dia mungkin sudah tidak lagi mengingatku.

"Mama kangen...kapan mampir?", tuturnya.

Dadaku tercekat mendengarnya, nyaliku tidak cukup kuat untuk mempercayainya, untuk mempercayai apa benar dia merindu kehadiranku, aku hanya mampu tertawa ringan.

Ma,
Baik - baik ya disana...

Monday, January 23, 2012

Saat Satu Pintu Tertutup,

Aku ingat ruangan itu pernah terasa begitu luas, hangat, nyaman dan menyenangkan tapi tidak lagi. Detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun perlahan - lahan merubahnya.

Saat ini,

Kupastikan lagi sebisa mungkin tidak ada yang tertinggal di ruangan itu, kuperiksa kembali koper tua coklatku untuk entah yang keberapa kalinya...

Gambar" bisu, ada

Irama" sendu, ada

Basa" syahdu, ada

Ya! aku sudah siap untuk pergi, aku rasa begitu. Ruangan itu tidak akan lagi menjadi milikku. Pemilik barunya sudah menunggu.

Sesaat sebelum pergi, sejenak kusempatkan dulu berdiri diambang pintu. Kutatap sekeliling ruangan itu untuk yang terakhir kalinya.

Dinding kremnya, jendela mungil persegi panjangnya serta aroma khasnya...akan kuingat selalu bahwa aku pernah ada disitu.

Kuhela nafasku, kusunggingkan senyum tipis terakhirku.

"Aku pergi", bisik terakhirku padanya

Kukenakan mantel merahku, kugiring koper tua coklatku, kulangkahkan kakiku keluar dari ruangan itu, kututup pintu kayunya lalu kukunci pintunya.

Kutaruh kuncinya bersama selembar kertas bertulis, ditempat biasa, diatas meja beranda luar.

"Terimakasih", tulisku di kertas itu.

: Kulangkahkan kedua kakiku menuju suatu tempat, menuju sebuah ruangan lain, sebuah ruangan baru yang pintunya sedang terbuka menanti kedatanganku.

Unconditionally Love

I dont need to have an extremely perfect outfit to be next to him,

lagi kambuh alergi gatel" karena dingin dan debu, lagi heboh jerawatan gara" make-up atau PMS, lagi belang karena keasyikan main sepeda atau in line skate , pipi lagi menggembung kebanyakan ngemil, rambut lagi kering akibat salah pilih sampo kemakan iklan...

: "nggak apa - apa...nanti juga sembuh balik lagi ke asal", katanya.

I dont need to be sucha dang smart to be someone he feels proud of,

saat salah ngomong gara" keseleo lidah, saat nggak tau tentang sesuatu yang lagi jadi trending topic, saat diserang bingung ga ngerti sama sekali gimana cara pake gadgets yang baru dibeli, saat ga sengaja lakuin kesalahan karena emang ga tau...

: "nggak apa - apa...semua juga dari ga tau menjadi tau", tuturnya.

I dont need to be someone that I am not to be with him,

boleh ga berenti ngomentarin apapun yang terlihat mata dan terdengar telinga, boleh spontaneously lakuin hal" konyol yang mungkin perempuan" lain ga lakuin...

: he wont laugh at me, he will laugh with me, 

Dia yang,
selalu ada disana ketika gelap gulita dan terang benderang

Terimakasih Pap,
atas semua cinta yang tak bersyarat dan tak berbatas
salam sayang, Teteh.

Friday, January 20, 2012

Inilah Aku Tanpamu

Jumat,

Hari favoritku. Bukan karena jam delapan menuju jam lima di kantor tiba" terasa lebih cepat dibanding hari" lainnya dan bukan juga karena Sabtu dan Minggu yang akan datang setelahnya.

Karena Jumat membawamu pulang, itu saja.

"Aku pulang, travel jam delapan dari sini. Paling telat jam dua belas sampe di Bandung", selalu menjadi pesan singkat darimu yang paling kutunggu.

"Oke, nanti aku jemput di travel", balasku dengan tidak pernah tidak bisa berhenti tersenyum saat menulisnya walaupun pada akhirnya selalu kukirim tanpa pernah kutempeli embel" emoticon :) atau :*

Bukan masalah sampai di Bandung jam berapa, yang penting Jumat ini kamu pulang. Itu pikirku selalu.

Setengah 9,
membayangkan bagaimana macetnya ibu kota, aku rasa travel yang mengantarmu pulang mungkin baru menuju masuk gerbang tol.

Setengah 10,
mungkin kamu sedang tertidur lelap setelah seharian bekerja sebelumnya, aku juga mengantuk tapi kutahan rasa kantukku siapa tau kamu sampai di Bandung lebih cepat. Aku mau jadi yang pertama tiba di travel, menyambutmu.

Setengah 11,
kuhabiskan waktu untuk memilih baju dan menata rambut, aku mentertawakan diriku sendiri padahal setelah menjemputmu nanti kita langsung pulang, lalu apa gunanya berdandan. Entahlah, aku rasa aku hanya mau terlihat lebih...uhm sedikit lebih rapi mungkin.

Setengah 12,
and here u are, satu"nya alasan aku menyukai Jumat.

Iya,
aku pernah begitu menyukai Jumat. Tapi aku rasa, tidak lagi.

Jumat kali ini,
jam delapan menuju jam lima di kantor masih tetap terasa lebih cepat dibanding hari" lainnya,
Sabtu dan Minggu masih tetap akan datang setelahnya,
dan dia masih tetap membawamu pulang, tapi tidak lagi untukku.

Kali ini,
aku tidak lagi menerima pesan singkat kabar kepulanganmu,
tidak lagi harus menahan kantukku demi menjemputmu,
tidak lagi harus menghabiskan waktu di depan lemari baju dan kaca berdandan untuk menyambutmu,
inilah aku di Jumat kali ini,
inilah aku tanpamu.

#15HariNgeblogFF

Thursday, January 19, 2012

Aku Juga Bisa

Anggaplah saja kamu satu dari sekian,
Kuperlakukanmu sedikit lebih berbeda dari orang lain...hey, jangan menghela nafas dulu.

Tebak,
dari siapa aku belajar?
aku belajar dari kamu...kamu seharusnya bangga,

Coba lihat aku yang sekarang,

Siapa bilang aku tidak bisa datang, lalu pergi dan datang kembali sesuka hatiku?
Aku juga bisa.

Siapa bilang aku tidak tau caranya berbicara sinis sesuka lidahku?
Aku juga bisa.

Siapa bilang aku tidak berani bersikap seenakku?
Aku juga bisa.

Lihat aku,
Aku juga bisa kan, melakukan apa yang kamu lakukan kepadaku?
Tanpa kusadari, perlahan - lahan aku menjadi kamu

Bagaimana menurutmu?

Wednesday, January 18, 2012

Perkenalkan, Namaku Dayu

Kunamakan kamu, Nyo.

Jangan dulu membenci'nya! karena setidaknya di kamus'ku, semakin aneh nama yang kupilih itu artinya semakin besar berartinya kamu untukku.

Tidak ada alasan yang khusus kenapa kupilih nama itu untukmu,

Itu bukan kependekan dari rentetan kata romantis dengan namamu didalamnya, seperti 'cins' dari 'Cinta Indra Selamanya'.

Hey! aku bahkan belum tau namamu...

Bahkan bukan juga hasil bentuk plesetan dari panggilan" sayang seperti 'beb' dari 'baby', atau misalnya 'hun' dari 'honey'.

Naah! tidak setipikal itu...

Nyo,
Aku suka nama itu, itu saja alasannya.

Perkenalkan, namaku Dayu.

Untuk saat ini, cukup kau tau namaku saja, selebihnya kutunggu kau di depan pintu hatiku

Jadi,
sampai bertemu nanti ya Nyo.

Salam rindu, Dayu.

Sunday, January 15, 2012

Apapun Asal Bukan Itu

Sama kaya saking bingung'nya mau pasang foto yang mana buat display picture bbm, ujung"nya malah ga pasang foto apa". Bukaaan, bukan karena saking banyak'nya foto jadi bingung milih'nya, tapi karena...uhm pernah ga sih, mikir mana bisa pasang foto lagi senyum sementara suasana hati saat itu aja sama sekali ga bikin pengen senyum.

Nah itu yang terjadi, konyol bukan? emang konyol, tapi mau gimana lagi.

Ini lagi bahas apa?

Lagi mau ngebahas tentang saya lagi seneng - seneng'nya nulis, tapi pas giliran harus nulis cerita cinta, saya nyerah duluan. Jangan'kan ngebayangin cerita'nya atau nama tokoh'nya, saya bahkan ga sanggup nulis judul'nya. Hhhh...gimana bisa jadi penulis beneran ya? ga profesional gitu.

Apapun,
Suruh saya nulis tentang apa'pun, tentang bumi; langit; lautan, apapun asal bukan tentang cin(t)a romantis dan manis ala cinderella with her happily ever after yang bakal bikin yang baca deg deg'an sambil senyum - senyum.

Saya ga bisa,
ga bisa itu bukan ga mau ya, tapi ga bisa

how can i write down sucha romantic love story when im not even in love?

itu, sesederhana itu saja alasan'nya.

Friday, January 13, 2012

Dag Dig Dug

Hanya ada tiga mobil termasuk mobil Rega di pelataran parkir bangunan megah tersebut.

Dag Dig Dug,

Sambil menatap bangunan tersebut dari balik kaca mobil, Rega mencoba kembali mengingat kapan terakhir kali'nya Dia datang ke tempat itu. Ingatan Rega mendarat ke sepuluh...uhm mungkin ke tiga belas tahun yang lalu.

"Sudah lama ternyata", bisik Rega.

Dag Dig Dug,

Rega menarik nafas panjang menghembuskan'nya sedikit demi sedikit, lalu turun dari mobil lagi - lagi entah untuk ke'berapa kali'nya menatap bangunan tersebut. Perlahan - lahan Rega melangkah'kan kaki'nya masuk ke halaman utama.

Tiba - tiba langkah Rega terhenti, memperhatikan penampilan'nya yang terpantul dari cermin besar tak jauh dari pintu samping bangunan tersebut. Kaos merah hadiah ulang tahun dari Gea; celana jeans berharga selangit yang dibeli'nya karena tergiur iklan; dan sandal. Rega tersenyum mengingat yang pernah Ayah'nya katakan di pertama kali Mereka berdua datang ke tempat itu.

"Ga, kalo kesini, baju merek apa'pun mau yang murah atau yang paling mahal, nggak ngaruh. Yang penting, badan Kita dan baju yang Kita pakai harus bersih, nggak repot toh?", ujar Ayah'nya sambil tersenyum.

"Oh iya, satu lagi. Sandal'Mu, awas hati - hati jangan sampai tertukar sama punya orang lain", lanjut Ayah'nya waktu itu, dua puluh tahun yang lalu.

Rega menghela nafas'nya pelan, lalu kembali melanjutkan langkah'nya ke arah pintu samping bangunan tersebut, melepas sendal'nya lalu masuk.

Dag Dig Dug,

"Mudah - mudah'an masih ingat urutan'nya gimana", bisik Rega.

Dingin, seperti es batu yang sengaja dicairkan. Rega tertawa pelan, menertawakan diri'nya sendiri yang menggigil kedinginan untuk beberapa saat. Rega kembali membuka keran air dihadapan'nya, kali ini tidak terlalu besar.

Kedua pergelangan tangan; mulut; hidung; wajah; kedua tangan; dahi; kedua telinga dan kedua kaki dibasuh'nya dengan air masing" tiga kali. Setidak'nya itu yang Rega ingat pernah diajarkan Ayah'nya kepada Dia dan Gea dulu di rumah.

"Ini wajib dilakukan sebelumnya. Kalo nggak, ya nggak sah", tutur Ayah'nya saat itu, sambil tersenyum.

Dag Dig Dug,

Rega berdiri gugup tepat di depan pintu masuk utama bangunan tersebut. Ada rasa malu dirasakan'nya karena menyadari sudah terlalu lama Dia tidak mendatangi tempat itu, uhm atau setidak'nya tempat yang sama seperti itu.

Ingatan Rega melayang ke tiga belas tahun belakangan ini. Begitu terlarut'nya Rega mengejar karir; menyenangkan ego diri sendiri; mencari kesenangan duniawi bahkan terkadang sampai sedikit melupakan Ayah-Ibu'nya dan juga Gea, adik perempuan semata wayang'nya itu.

"Inget Rega, sholat Nak...jangan lewatkan yang lima waktu, sempatkan baca Al-quran.". pesan Ibu sambil menahan isak tangis'nya.
"Itu pegangan'Mu Nak, alarm'Mu mengetahui mana benar mana salah, dan mana boleh mana tidak", lanjut Ibu'nya tepat sebelum Rega memutuskan meninggalkan Bandung untuk hijrah mengejar karir impian'nya di Ibu Kota

Tapi tidak. Pesan dari Ibu rasanya menguap begitu saja. Entah siapa yang bisa disalahkan. Entah karena kehidupan di Ibu Kota yang terlalu melaju pesat; entah karena pengaruh dari komunitas pergaulan; apa karena memang Rega'nya saja yang......hmm entah'lah.

Dan kini setelah sekian lama pergi mencari semua kesenangan itu, Rega kembali. Setelah menyadari bahwa bukan jabatan; bukan uang; bukan benda" bermerek juga kendaraan atau gadget keluaran terbaru yang sesungguhnya Dia butuhkan untuk bahagia.

"Kemana saja Aku, selama ini?", tanya Rega pada diri'nya sendiri.

Dag Dig Dug,

Rega menyentuh sekilas dada'nya  yang bidang, seolah mencoba menenangkan jantung'nya yang sedari tadi berdegup sangat kencang. Menghembuskan nafas'nya dengan cepat, lalu melangkahkan kaki kanan'nya masuk kedalam mesjid.

Dag Dig Dug,

"Tuhan, aku datang...aku pulang"
"Masih terbuka'kah pintu'Mu untuk'ku?", bisik Rega pelan,

Tak lama kemudian, Adzan Subuh berkumandang...

#15HariNgeblogFF

Thursday, January 12, 2012

Bukan Hari Kesukaan Chita

Hari ini di empat tahun enam bulan yang lalu,


Tengah malam menuju dini hari, di kursi besi beranda rumah Rian


"Lalu siapa nama'nya?", tanya Chita tersenyum tipis sambil menyandarkan punggung'nya di kursi. Rian menunduk'kan kepala'nya.

"Nama siapa Ta? nggak ada siapa - siapa kok", Rian mengelak seperti biasa'nya, seperti yang sudah - sudah terjadi. Chita tertawa kecil menatap Rian sekilas.

Mungkin terkadang Rian lupa kalo tujuh tahun bersama membuat Chita sangat mengenal'nya. Gerak - gerik sikap tubuh Rian saat sedang berbohong dan mata Rian yang berbinar ketika sedang jatuh cinta, bukan kepada Chita tapi orang lain.

"Aku belum siap kalo harus married Ta",Rian menggenggam tangan Chita yang menghela nafas'nya pelan sambil tersenyum penuh arti.

"I still have dreams to catch; i still wanna hang out with my pals; still wanna enjoying my hobbies, Aku ga bisa", ujar'nya lagi sambil menatap Chita.


Disaat Rian sedang sibuk mengucap kumpulan kata berbentuk alasan yang entah benar atau dusta, yang ada di pikiran Chita saat itu cuma satu. Bahwa tebakan Ayah; Ibu; Chika, adik'nya dan Lulu, sahabat'nya selalu benar.

Chita sudah membayangkan kata apa yang akan keluar dari mulut mereka -yang selama ini melihat apa yang tidak mau Chita lihat- ketika pulang nanti Chita bercerita: "Tuh, kaaan".

Lamunan Chita buyar ketika Rian tiba - tiba memeluk'nya.

"Look, we stick around", ujar Rian.
"Yup! dont worry, we just only wasted seven years", timpal Chita dalam hati.

"Kasian Kamu'nya, nunggu Aku kelamaan, Kamu kan perempuan", tutur Rian.
"Nah itu ngerti, tapi kok malah pergi", timpal Chita lagi dalam hati.

"Aku belum siap kalo harus nikah deket - deket ini", lanjut Rian.
"Dengan kata lain, Kamu mau nikah tapi nggak sama Aku", sambung Chita masih di dalam hati.

Rian mengecup ringan dahi Chita.

"Maafin Aku, Ta", bisik'nya pelan di telinga Chita.

hening...

ketika tangisan sekeras dan teriakan selantang apapun sudah tidak lagi mampu menggambarkan suasana hati Chita saat itu, maka hanya sebuah senyuman tipis yang mau tidak mau mengambil alih peran.

"Boleh nggak, Aku minta tujuh tahun'Ku yang kemarin kembali?", cuma kalimat itu yang bisa keluar dari mulut Chita.

"Boleh nggak?", tanya Chita lagi sambil menengadahkan tangan kanan'nya ke arah Rian sambil tersenyum.

hening...


6 Bulan kemudian,

Chita membaca nama calon mempelai di sebuah undangan pernikahan yang baru saja diterima'nya via pos.

'Rian Perwira Widayaguna & Nadia Swima Wijaya', 

.....

Dear Kamu

Dear Icha,

Kamu pasti belum pernah sekalipun mendengar tentang Aku, karena Aku memang sengaja meminta'nya untuk tidak pernah menyebut nama'Ku di depan'Mu.

Aku lebih suka dianggap tidak pernah ada, sesederhana itu alasan'nya.

Tenang Cha, saat membaca ini, jantung'Mu tidak perlu tiba - tiba berdetak lebih kencang dan nafas'Mu tidak perlu seketika tercekat, karena Aku bukan'lah satu nama yang perlu Kamu anggap sebagai penyebab efek kepakan sayap kupu - kupu yang mungkin Kamu rasakan di'dalam perut'Mu saat ini.

Aku ada Cha,

Kamu sadari atau tidak, Aku ini ada. Tapi sungguh, tidak sedikit'pun Aku berniat mengambil kembali apa yang sudah bukan, hmm mungkin tepat'nya apa yang tidak pernah menjadi milik'Ku sepenuh'nya.

Entah sampai kapan Aku akan ada, mungkin hanya sampai ketika pada waktu'nya nanti Aku tidak muat lagi berada disini, karena ruangan yang Ku'tempati ini semakin lama semakin mengecil.

Ruangan'Mu akan jauh lebih besar Cha, jauh lebih besar dari yang pernah Ku'tempati dulu.

Juga akan jauh terasa lebih nyaman daripada ruangan'Ku dulu.

Kamu tau kenapa, Cha?

Karena rasa sayang Dia untuk'Mu akan sangat jauh lebih besar daripada rasa sayang yang mungkin pernah sedikit'nya Dia rasakan untuk'Ku.


Aku janji Cha,

tidak akan gaduh, tidak akan muncul di mimpi'nya saat Dia tertidur lelap di malam hari, tidak akan sekelibat muncul di ingatan'nya saat Dia sedang bersama'Mu.


Maka,

Hingga nanti waktu'nya tiba Aku seutuh'nya pergi, izinkan dulu Aku berada di tempat'Ku. Di salah satu pojok ruangan terkecil hati'nya.

itu saja.

Halo, Siapa Namamu?

Sudah dua minggu terakhir ini Ku'perhatikan,

Setiap Selasa dan Jumat pagi, ketika Aku mau berangkat ke kantor, Dia selalu sudah duduk manis di depan rumah'Ku, di samping dua pot tanaman kesayangan Ibu.

Seperti beberapa hari yang lalu,
Sambil meneguk teh hangat tidak terlalu manis favorit'Ku, Ku'perhatikan Dia dari balik jendela ruang tamu. Sepertinya usia'nya jauh diatas Ayah, dengan topi hitam dan kemeja batik coklat lusuh'nya, punggung'nya sudah tidak gagah dan kulit'nya hitam legam, mungkin karena setiap hari entah sejak kapan harus berkeliling menjajakan dua pot terbuat dari batu yang ukuran'nya sangat besar itu.

Aku baru tau, Ibu sekali - sekali suka menyuguhkan secangkir kopi susu atau teh manis hangat lengkap dengan satu atau dua potong cemilan untuk Dia. "Untuk Dia sarapan", tutur Ibu sambil tersenyum.

Aku juga baru tau sebelum berangkat kerja, terkadang Ayah menyempatkan sekedar bertukar basa dengan Dia. "Jadi inget sama Kakek", ujar Ayah ringan.

Aku?
Selama ini, Aku dan Dia baru hanya sebatas bertukar senyum dan saling menganggukkan kepala setiap kali mata Kami bertemu, saat Aku membuka pintu rumah.

Siapa Dia,
Dimana Dia tinggal,
sedang asyik berleha - leha kah anak"nya di rumah sementara Dia harus tertatih - tatih menjajakan dua pot batu yang besar dan berat itu...
seberapa jauh kah Dia sudah berjalan sambil membawa - bawa dua pot itu sampai pada akhirnya tiba di depan rumah'Ku...

Pagi tadi,
sengaja Aku selesai berdandan jauh lebih cepat dari biasanya. Ku'seduh dua cangkir teh hangat dan Ku'siapkan masing" dua potong kue tape ketan hitam diatas piring kecil.

"Halooo Bapak, sarapan yuk Pak", sapaan ringan cenderung sok akrab pertama'Ku untuk Dia sambil duduk disamping'nya. Ku'tawarkan satu cangkir teh hangat kepada'nya.

"Halo, siapa namamu, nak?", ujar'nya ramah sambil menerima cangkir dari'Ku.

#15HariNgeblogFF

Monday, January 09, 2012

Hati Chita

3 tahun 6 bulan yang lalu, saat jam makan siang, di dalam pantry kantor yang sama,


"Gila Ta, Lo tuh gila. Lo denger apa Gue bilang tadi nggak Ta? catet nih ya, Lo tuh gila!", Lulu menunjuk"kan garpu'nya ke arah Chita yang sedang asyik melahap bekal makan siang'nya.

"Ga kasian-kasian apa Lo, sama hati Lo sendiri? for God's sake Chita, stop it!", lanjut Lulu lagi sambil mengaduk" salad tuna isi kotak makanan'nya, Chita pura" tidak mendengar ocehan sahabat'nya itu.

"Gue ngerti ya Ta, sifat Lo tuh kaya gimana...nggak enakan sama orang lain, makanya orang lain nggak nanggung - nanggung tiap manfaatin Lo", tutur Lulu seraya tertawa kecil menyadari kalo terkadang Dia juga suka memanfaatkan salah satu sifat Chita itu, Chita melirik Lulu sekilas lalu ikut tertawa kecil.

Chita menutup kotak makanan'nya, menepuk perut'nya sebagai tanda kekenyangan, meminum teh hangat nggak terlalu manis favorit'nya lalu menatap Lulu yang duduk dengan wajah sewot dihadapan'nya.

"Lulu, cereweeeeet....", canda Chita menjulurkan lidah ke arah Lulu diikuti tawa renyah khas'nya.

"Apa salah'nya saling menanyakan kabar, saling berbagi sedikit cerita hidup setelah sekian lama nggak pernah ketemu", Chita sedikit menghela nafas lalu tersenyum tipis ke arah Lulu.

Lulu menggaruk kepala'nya yang jelas - jelas tidak gatal, merebut telepon pintar Chita, lalu dibacakan'nya beberapa kalimat dengan cukup keras.

-Ta, apa kabar?-, Lulu tersenyum sinis membaca tulisan itu, mengangguk pelan, "Kalimat pertama ini masih wajar ya Ta".

-How's life Ta?-, Lulu lagi" tersenyum sinis, kali ini menggelengkan kepalanya pelan, "Oke ini juga masih cukup wajar, walau Gue yakin ini cuma basa yang basi".

-Ta, akhir bulan ini Aku nikah-, Lulu menahan tawa sinis'nya, lalu menghela nafas, "Apa kalimat ketiga ini wajar Ta?".

-Uhm, kalau nggak sibuk...dateng ya Ta-, Lulu tertawa terbahak-bahak lalu menatap Chita tajam, "This is insane Chita! nggak ada yang salah Lo bilang?".

Chita melahap potongan - potongan kecil pepaya yang diambil'nya dari kotak makanan Lulu lalu mencubit pelan pipi kanan Lulu kemudian menopang dagu'nya lalu tersenyum tipis kepada Lulu, Lulu mendengus pelan seraya menyandarkan punggung'nya di kursi.

"Ga cuma tentang ini Ta, ini tentang pesan - pesan singkat dari Dia sebelumnya juga. Gue yakin seyakin'nya pasti balasan yang Lo kirim ke Dia penuh dengan 'hahaha' dan emoticon senyum", Lulu menjatuhkan tatapan menuduh kepada Chita yang tertunduk.

"damn it Chita! u can lie to him, even to ur heart but not to me!, Gue ini saksi hidup perjalanan cinta ala BBB Lo sama Dia selama ini", Lulu dan Chita tertawa dalam waktu yang hampir bersamaan, Chita kembali terdiam.

Lulu menunjuk ke arah dimana jantung Chita terletak,

"Hati Lo itu Ta, kalo diumpamain...kondisinya tuh udah penuh ditutup lakban tau ga, saking sering'nya jatuh terhempas berkepingan, Lo pungut Lo lakbanin, terus dibanting lagi",

Chita sadar memang tidak mudah berpura" di depan Lulu.

"Stop Ta! berhenti, berhenti bersikap seakan Lo kuat. Berhenti menjejali hati Lo dengan sesak dan perih", giliran Lulu kali ini yang mencubit pelan kedua pipi Chita. "Cobalah sekali - kali egois Ta, ga apa - apa kok", tutup Lulu pelan.

Chita mengambil telepon pintar'nya dari tangan Lulu, mengigit kuku jari'nya sebentar, menghela nafas lalu mengetik sesuatu.

: Rian, selamat ya buat pernikahan Kamu dengan Nadia di Sabtu nanti. Aku bisa datang, tapi Aku rasa Aku nggak mau datang. Bukan karena kecewa, tapi karena selain Aku, nggak ada lagi yang bisa melindungi hati'Ku. So, congratz for the wedding :

tidak lama setelah tanda huruf D' berubah menjadi R', berkurang pula satu kontak di daftar kontak telepon pintar Chita.

Saturday, January 07, 2012

Marriage For Chita

Ngopi doeloe, Hari ini, Minggu, 15:19 wib


"Ya terus emang kenapa kalo dalam waktu 6 bulan lagi Gue 30?", Chita meneguk habis es kopi hitam favorit'nya cepat"

"30 Ta, 30! mau married kapan lagi coba?", Lulu menatap heran sahabat yang sudah dia kenal sejak jaman seragam putih merah itu sambil sekali" melirik ke arah Bara, si kecil jagoan pertama'nya yang tertidur kelelahan setelah seharian menemani'nya dan Chita jalan" di mall.

hening...

"Emang, Lo ga pengen married?", Lulu melirik jahil dan Chita tertawa lirih mengerti kemana arah pertanyaan itu sebenernya menuju.

"Emang, Lo ga pengen punya Bara versi Lo sendiri?", Lulu tau bagaimana sayang'nya Chita kepada Bara, Chita menghela nafas pelan.

"Emang, Lo mau terus"an sendirian Ta?", cuma Lulu yang tau bahkan sangat tau apa sebenarnya yang tersembunyi dibalik sikap riang yang selalu ditunjukkan Chita.

hening...

Chita menghela nafas pelan, lalu menatap Lulu dengan hangat dan melirik Bara sambil tersenyum tipis.

Chita meneguk isi gelas kedua es kopi hitam lalu menyandarkan kepala'nya di sofa, lalu lagi" tersenyum tipis.

"Lulu, siapa bilang Gue ga pengen married?", ujar'nya pelan.

"Siapa bilang?, Gue ga pengen Bara versi Gue sendiri", lanjut'nya lagi.

"Dan, siapa sih Lu? yang mau terus menerus sendirian, Gue sih ga", tutur'nya lagi.

hening...

"Aneh ga sih Lu, kalo misalnya Gue bilang, iya Gue pengen married tapi Gue ga tau bakal Married apa ga. Maksud Gue, pengen itu ga selalu berarti bakal kan. What is it with people and marriage Lu?. if its all just about sex, jaman sekarang kayanya orang ga butuh legalitas kalo cuma buat having sex, bahkan kayanya kalo cuma buat sex orang ga perlu cinta selama sama" cuma butuh keringat. So Lu, tell me...what is this marriage actually about?"

Lulu tertawa ringan, Chita yang dadakan jadi pendiam tadi sudah kembali ke bentuk semula, menjadi Chita si aneh dengan jawaban" ajaib'nya.

"Bayi, emang kalo pengen bayi harus punya buku nikah dulu ya Lu?. Bukan'nya boleh aja kan ya misalnya Gue ke bank sperma terbonafit, pilih" bibit jempolan dan jreng! jreng! Gue punya Bara versi Gue sendiri, lalu masalah selesai. Nyokap Bokap dapet cucu, Adik" Gue dan Lo dapet keponakan, Bara dapet temen lalu semua bahagiaaa. Coba aja ya Lu, kaya di film" kartun aja gitu bayi bisa dikirim via burung bangau, Gue pesen deh satu buat besok"

Lulu menggelengkan kepala'nya pelan, ini dia kenapa ga mudah buat ngebedain kapan Chita becanda atau serius.

"Gue ga sendirian Luluuu, Gue punya keluarga; temen" kantor; sahabat kaya Lo; Bara dan mungkin musuh diam" diluaran sana, Gue rasa cukup kok at least sampe detik ini. Kalo ini cuma tentang to have someone doing even a simple thing for me, kayanya Gue masih bisa lakuin semua'nya sendiri kok. Look at me Lulu, i pay my own bill; i live in my own place; i do everything even i go wherever i want by myself dan Gue bahkan ngurus mobil sendiri. Eh ya ampun Luluuu, ini Gue emang mandiri apa kebiasaan sendiri ya"

Lulu menghela nafas'nya pelan, Chita lah Chita, selalu berusaha terlihat kuat walau sebenernya...

hening,

"Pikirin lagi baik2 semua yang baru keluar dari mulut Lo itu Ta, was it really came out from your heart apa sekedar penghibur hati semata"

Chita tersenyum, ini kenapa dia begitu menyayangi dan menganggap Lulu lebih dari hanya sekedar teman atau sahabat, Lulu mengerti


4tahun yang lalu,

'Aku belum siap kalo harus married Ta, i still have dreams to catch; i still wanna hang out with my pals; still wanna enjoying my hobbies, Aku ga bisa'

Namanya Rian, yang sempat selama 7 tahun mengisi hari" Chita; mengisi ruang impian Chita akan masa depan; melewati jatuh bangun bersama, Rian yang kemudian mengambil keputusan untuk meninggalkan Chita dengan alasan tipikal khas lelaki, Rian yang ternyata 6 bulan kemudian mengundang Chita datang ke pernikahan'nya dengan perempuan lain.


kembali ke hari ini,

"You deserve to be happy, Ta. Find it, grab it, enjoy it...", Lulu menggenggam tangan Chita pelan.

Chita tersenyum tipis.

Thursday, January 05, 2012

Those Who Talk Behind

People talk, yep they do! i mean, we all do!
yet the funniest thing is whatever they; we talk about,
when it comes to others, some say it right on face and some say it behind.


Marah...
Kesal...
Dongkol...
Sebagian emosi yang mungkin terasa saat Kita tau atau saat Kita ngerasa ada yang ngomongin Kita diem". Oh udah pasti ngomongin yang nggak bagus dong, makanya emosi yang muncul juga jenis emosi yang bikin hati dan telinga terasa panas :)). Saya juga gitu, rasanya pengen langsung marah" dan mencak" sampe kalo perlu nunjuk" muka orang yang *kalo emang bener ternyata* ngomongin Saya dibelakang. Saya rasa nggak ada yang salah dengan bereaksi seperti itu, di-awal.

Di-awal?
Iya normal kok buat balik marah, itu namanya 'pembelaan diri'. Eh bener nggak? ya itu sih menurut Saya.
3 - 7 menit pertama, boleh lha nggak nerimo; nggak suka, tapi begitu masuk menit ke 9 dan seterusnya, Saya rasa Kita harus loh sedikit saja meluangkan waktu untuk 'bercermin'.

~Ngomong" tentang 'bercermin', ini sekedar berbagi saran aja sih, cari'lah cermin yang bener" jujur dan tulus. Bukan karena atas dasar ada pertalian keluarga atau ada titel pacar juga sahabat. Carilah cermin yang benar" ketika memang Kita salah, pantulan'nya akan dengan jujur menunjukkan kalo Kita salah~

Yuk balik lagi ke topik, :p
Jadi gini cerita'nya, belakangan ini Saya lagi sering sengaja nggak sengaja baca kutipan" bijak di linimasa.

'Jika seseorang membicarakan'mu di belakang'mu, itu karena hidup'mu lebih baik dari hidup mereka'
'Yang ngomongin di belakang, itu artinya sirik'


dan kutipan" sejenis lain'nya.
Then suddenly heres this thought popped out in mind. Pernah'kah sekaliii aja, sekali aja berpikir kalo memang ternyata ada orang" yang ngomongin Kita dibelakang, jangan" memang Kita udah lakuin sesuatu yang salah. Sesuatu yang sadar nggak sadar Kita lakuin dan ternyata berdampak buruk buat orang lain.

Saya rasa,
ketika cuma 1 atau 2 orang saja yang bilang Kita salah, masih bisa Kita adem ayem dan sedikit berpikir mungkin aja Mereka sirik. But when this whole world suddenly against you, then i guess its time for you to see might there's something wrong with you.

Let's being humble,
Nggak perlu bikin konferensi press ala artis" mengaku salah di depan publik, kalo ternyata saat 'bercermin' Kita sadar ternyata memang Kita yang salah. Just admit it in your heart, meminta maaf kepada orang yang bersangkutan *kalo ada dan kalo berani plus nggak terganjal gengsi* and most important thing is dont do the same mistake ever again. Sesederhana itu, iya...sesederhana itu.

The most fun thing of being wrong,
is we always think that we're right


Tapi,
Apa tidak lelah, selalu berjalan di'muka bumi ini dengan dagu yang diangkat terlalu tinggi?.

Monday, January 02, 2012

Berdamai Dengan Masa Lalu

Saya percaya, sesakit"nya Saya disakiti orang, yang lebih bakalan ngerasa sakit'nya adalah Mereka yang dengan tulus menyayangi Saya. Kenapa? entah'lha, Saya juga heran. Tapi Saya juga pernah ada di posisi tersebut, menjadi seseorang yang merasakan sakit jauh lebih sakit saat ngeliat orang yang Saya sayangin tersakiti. 

Ini semua bermula ketika Saya memutuskan untuk masih tetap membalas BBM; menjawab SMS atau mengangkat telepon dari #dia, berlanjut sampai pada saat Saya, hari ini memutuskan buat mengirim'nya ucapan selamat ulang tahun *sebait doa aja kok* dan uhm satu post blog.

Mereka bilang, kenapa harus dibalas bbm'nya-kenapa kontak BBM'nya ga dihapus aja; kenapa SMS'nya harus dibalas-kenapa ga didiemin aja; kenapa telepon'nya harus diangkat-kenapa ga di'reject aja; kenapa harus ngucapin met ultah-kenapa ga pura" lupa aja; kenapa masih memperdulikan'nya-kenapa ga anggap aja bukan siapa"; dan kenapa masih membiarkan'nya ada.

Bukan karena Saya masih mengharapkan semua'nya kembali. Saya hanya sedang berusaha berdamai dengan masa lalu, iya sesederhana itu alasan'nya. Kalau harus membahas tentang rasa sakit, demi! sampai detik ini aja rasa sakit itu masih terpatri jelas. Kalo saja dengan membenci waktu bisa berputar kembali, mungkin Saya akan membenci; kalo saja dengan memutuskan semua kontak waktu bisa diulang lagi, mungkin Saya akan menghapus'nya telak, tapi Saya dan Kalian tau itu nggak bakal mungkin terjadi. 

Bagaimana dengan hati?
Bagaimana dengan perasaan?
maka ini jawaban Saya: 

     ~u dont have to stop loving someone, u just have to start living without them~


Maka Saya disini,
secepat apa'pun Saya membalas BBM'nya; menjawab SMS'nya; mengangkat telepon dari'nya; seperduli apa'pun akan hidup'nya; masih menganggap'nya ada;
anggap lah saja Saya sedang mencoba berdamai dengan masa lalu Saya, dengan'nya; tidak berarti Saya mencoba kembali kepada'nya, ke masa lalu.

ps: heart does forgive,
     yet mind doesnt forget.

Di Dua Januari

Di dua Januari,
meski raga tak bersua, meski kata tak terucap,
Aku dan Kamu berdiri dibawah satu langit, 
dibawah Jingga yang sama,
berjalan di satu dimensi yang sama, 
maka dimanapun Kamu,
Kubisikan selalu doa untuk'Mu.


ps: "wishing u all the best in life"
    teruntuk'Mu yang menginjak angka 27,
    di Dua Januari.