Friday, January 13, 2012

Dag Dig Dug

Hanya ada tiga mobil termasuk mobil Rega di pelataran parkir bangunan megah tersebut.

Dag Dig Dug,

Sambil menatap bangunan tersebut dari balik kaca mobil, Rega mencoba kembali mengingat kapan terakhir kali'nya Dia datang ke tempat itu. Ingatan Rega mendarat ke sepuluh...uhm mungkin ke tiga belas tahun yang lalu.

"Sudah lama ternyata", bisik Rega.

Dag Dig Dug,

Rega menarik nafas panjang menghembuskan'nya sedikit demi sedikit, lalu turun dari mobil lagi - lagi entah untuk ke'berapa kali'nya menatap bangunan tersebut. Perlahan - lahan Rega melangkah'kan kaki'nya masuk ke halaman utama.

Tiba - tiba langkah Rega terhenti, memperhatikan penampilan'nya yang terpantul dari cermin besar tak jauh dari pintu samping bangunan tersebut. Kaos merah hadiah ulang tahun dari Gea; celana jeans berharga selangit yang dibeli'nya karena tergiur iklan; dan sandal. Rega tersenyum mengingat yang pernah Ayah'nya katakan di pertama kali Mereka berdua datang ke tempat itu.

"Ga, kalo kesini, baju merek apa'pun mau yang murah atau yang paling mahal, nggak ngaruh. Yang penting, badan Kita dan baju yang Kita pakai harus bersih, nggak repot toh?", ujar Ayah'nya sambil tersenyum.

"Oh iya, satu lagi. Sandal'Mu, awas hati - hati jangan sampai tertukar sama punya orang lain", lanjut Ayah'nya waktu itu, dua puluh tahun yang lalu.

Rega menghela nafas'nya pelan, lalu kembali melanjutkan langkah'nya ke arah pintu samping bangunan tersebut, melepas sendal'nya lalu masuk.

Dag Dig Dug,

"Mudah - mudah'an masih ingat urutan'nya gimana", bisik Rega.

Dingin, seperti es batu yang sengaja dicairkan. Rega tertawa pelan, menertawakan diri'nya sendiri yang menggigil kedinginan untuk beberapa saat. Rega kembali membuka keran air dihadapan'nya, kali ini tidak terlalu besar.

Kedua pergelangan tangan; mulut; hidung; wajah; kedua tangan; dahi; kedua telinga dan kedua kaki dibasuh'nya dengan air masing" tiga kali. Setidak'nya itu yang Rega ingat pernah diajarkan Ayah'nya kepada Dia dan Gea dulu di rumah.

"Ini wajib dilakukan sebelumnya. Kalo nggak, ya nggak sah", tutur Ayah'nya saat itu, sambil tersenyum.

Dag Dig Dug,

Rega berdiri gugup tepat di depan pintu masuk utama bangunan tersebut. Ada rasa malu dirasakan'nya karena menyadari sudah terlalu lama Dia tidak mendatangi tempat itu, uhm atau setidak'nya tempat yang sama seperti itu.

Ingatan Rega melayang ke tiga belas tahun belakangan ini. Begitu terlarut'nya Rega mengejar karir; menyenangkan ego diri sendiri; mencari kesenangan duniawi bahkan terkadang sampai sedikit melupakan Ayah-Ibu'nya dan juga Gea, adik perempuan semata wayang'nya itu.

"Inget Rega, sholat Nak...jangan lewatkan yang lima waktu, sempatkan baca Al-quran.". pesan Ibu sambil menahan isak tangis'nya.
"Itu pegangan'Mu Nak, alarm'Mu mengetahui mana benar mana salah, dan mana boleh mana tidak", lanjut Ibu'nya tepat sebelum Rega memutuskan meninggalkan Bandung untuk hijrah mengejar karir impian'nya di Ibu Kota

Tapi tidak. Pesan dari Ibu rasanya menguap begitu saja. Entah siapa yang bisa disalahkan. Entah karena kehidupan di Ibu Kota yang terlalu melaju pesat; entah karena pengaruh dari komunitas pergaulan; apa karena memang Rega'nya saja yang......hmm entah'lah.

Dan kini setelah sekian lama pergi mencari semua kesenangan itu, Rega kembali. Setelah menyadari bahwa bukan jabatan; bukan uang; bukan benda" bermerek juga kendaraan atau gadget keluaran terbaru yang sesungguhnya Dia butuhkan untuk bahagia.

"Kemana saja Aku, selama ini?", tanya Rega pada diri'nya sendiri.

Dag Dig Dug,

Rega menyentuh sekilas dada'nya  yang bidang, seolah mencoba menenangkan jantung'nya yang sedari tadi berdegup sangat kencang. Menghembuskan nafas'nya dengan cepat, lalu melangkahkan kaki kanan'nya masuk kedalam mesjid.

Dag Dig Dug,

"Tuhan, aku datang...aku pulang"
"Masih terbuka'kah pintu'Mu untuk'ku?", bisik Rega pelan,

Tak lama kemudian, Adzan Subuh berkumandang...

#15HariNgeblogFF

2 comments:

Rachma I. Lestari said...

Nice story :))
Setidaknya setelah membaca ini, kita lebih introspeksi diri ya akan ibadah masing-masing. Hehe :p

*Salam kenal*

dieta said...

:) makasih Rachma, aku masih belajar menulis nih :D

iya, mudah"an ya.

*salam kenal juga*