Thursday, August 02, 2012

A Mother Daughter's Chat

Satu, dua, ternyata ada tiga ember abu besar berisi baju-baju yang baru saja Lintang angkat dari tali jemuran. Itu artinya, seperti biasa. Aku mendapat giliran untuk membalik-balikannya satu persatu, lalu ibu mendapat bagian untuk memisahkan mana bajuku dan Lintang, mana baju miliknya juga bapak.

Memang. Itu kebiasaan aku, ibu dan Lintang di setiap Sabtu. Mencuci, menjemur, mengangkat jemuran di lantai paling atas rumah kami, membalik baju, memilah yang diakhiri dengan menyetrika di ruang TV.

Seharian? iya.

Membosankan? sama sekali tidak.

Karena selalu ada topik-topik pembicaran yang kami bagi. Tentang model baju terbaru atau tentang menu masakan, bisa juga tentang rencana liburan ke Jogja dan Bali yang sampai saat ini belum sempat terealisasikan. Apapun itu. Tapi untuk di kali ini, topiknya sedikit berbeda. Sedikit lebih berat dibanding biasanya. Entah siapa yang memulai.

Pernikahan,

Ibu bilang, tidak perlu lama-lama pacaran. Yang penting sama-sama siap, berniat baik dan memiliki satu tujuan, menikah saja langsung. Tidak perlu ada tunangan, tidak perlu ada pesta pora, di sah kan saja cepat-cepat di hadapan penghulu mengucap ijab qabul.

Lintang bilang, dia akan menikah tiga tahun lagi. Siapapun calon mempelai laki-lakinya, yang penting imannya kuat, bertanggung jawab dan dewasa. Lintang bilang, yang namanya menikah itu harus sudah siap fisik, psikis dan materi. Si perempuan harus sudah siap, si laki-laki harus berlipat kali lebih siap.

Aku bilang, ... ... ...

Tidak ada. Aku hanya bisa tersenyum. Bukan karena tidak punya pendapat atau pandangan tentang sebuah pernikahan. Aku cuma, entahlah.

Bu,

Apa menikah itu sebuah keharusan?.

No comments: